
Pagi mulai merangkak naik. Cuitan burung-burung berbunyi riang menyambut pagi di akhir pekan yang panjang ini. Kehidupan kami di rumah sama dengan seperti biasanya, Teh Meita memulai hari dengan menyiapkan sarapan, “kamu mau sarapan apa, Kak?”
Dengan cepat saya menjawab, “Bubur ayam aja”
Tidak banyak bicara, Teh Meita pun pergi untuk membeli bubur ayam yang biasa berjualan di samping minimarket dekat rumah kami. Tidak membutuhkan waktu lama untuk membeli bubur ayam yang kami mau, ia segera kembali ke rumah.
Dua porsi bubur ayam kini sudah duduk manis dihadapan kami. Ayam yang sudah di potong kecil tertabur merata di atas bubur dari sudut ke sudut. Tak lupa juga ada kecap manis, kerupuk dan bawang goreng sebagai pelengkap. Oh tentu, tidak ada sambal di kedua porsi bubur ayam itu. Karena kami adalah sepasang anak manusia yang tidak suka pedas.
Dengan kondisi lapar bubur ini sangat mengugah selera. Kami segera menyantapnya. Tapi tidak dengan cara biasa, Teh Meita segera mengaduk bubur itu lalu menyantapnya. Sementara saya, menyendok bubur itu dari ujung baru disantap dan tanpa diaduk.
Pada suapan pertama, Teh Mei bilang, “Lebih enak diaduk tau, Kak.”
“Ohya, benarkah?” Sahut saya untuk memastikan sambil menyuap bubur itu. “Kamu udah pernah makan bubur tanpa diaduk, Teh?”
“Gini loh, Kak. Bubur ayam bagaikan sebuah team work, punya fungsi dan tugasnya masing-masing. Apabila diaduk, team work itu akan berkerja sama sehingga terciptalah cita rasa yang sempurna” Ucap Teh Meita, kemudian menyuap buburnya kembali.
Saya yang juga punya pendapat sendiri tidak mau kalah, “Iya memang, bahan bubur punya strata dan fungsi masing-masing sebagai team work. Tetapi dengan begitu, itu udah sempurna. Saat diaduk, keindahan dari susunan tersebut hilang. Seni dari bubur itu sendiri pun hilang”
Perdebatan kami berhenti ketika bubur yang kami santap sudah habis.
Ya, beginilah pernikahan, beginilah hidup. Pernikahan itu tidak mudah, jika saya mencari pasangan yang cocok selamanya saya tidak akan menemukan yang cocok. Tetapi saya mencari pasangan yang ‘saling’: saling menerima, saling memahami, saling mencintai serta saling-saling yang lainnya. Kita akan terus menemukan perbedaan karena kita berasal dari kubu bubur diaduk dan kubu bubur tidak diaduk. Jelas itu berbeda.
Bekasi, 1 Januari 2018