Siang itu saya yang sedang duduk dan berbincang santai bersama Pasukan Pelangi (sebutan untuk relawan rumah pelangi) di TBM (Taman Bacaan Masyarakat) Rumah Pelangi Bekasi, tiba-tiba datanglah seseorang yang akrab di panggil dengan panggilan Om Bisot.
kemudian siang itu kami menikmati angin sepoi-sepoi yang memanjakan hati dengan ditemani segelas kopi hitam anti galau bersama Om Bisot dan satu kawannya yang menamakan diri KDC (Ki Demang Caprit). Ini adalah pertemuan pertama saya dengan KDC, pertemuan yang begitu nyentrik. Baru pertama kali tatap muka saya dan KDC sudah bisa akrab bercanda-tawa guna memecahkan suasana kaku sekaku kanebo kering. Namun ketika saya mengetahui namanya “KDC”, saya seketika bergumam “Oh.. ini ternyata sosok KDC itu”. Ya, saya sudah mengenalnya di dunia maya dan baru kali ini bertemu di dunia luna. Eh, Luna Maya dong jadinya… hehehee.
Ya, tul. Maksud saya adalah dunia nyata yang kata orang tak selebar daun kelor ini. Ternyata kedatangan Om Bisot dan KDC tidak dengan tangan hampa, dikeluarkanlah dari dalam ransel KDC sebuah buku yang berjudul “Perjalanan dan Bekal-Bekalnya”.
***

Judul Buku : Perjalanan dan Bekal-Bekalnya | Kumpulan Cerpen Pemenang Lomba Nilai-Nilai Ajaran H.O.S Tjokroaminoto
Penulis : K. Himawan, dkk.
Penerbit : Penerbit Frasa Media
Cetakan Pertama : Januari 2017
Tebal Halaman : viii + 272 halaman. 15 x 21 cm
ISBN : 978-602-73481-4-1
Saya tertarik membaca buku ini karena buku ini bersisi kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh para Pejuang Cerita generasi muda. Sekarang ini banyak yang mengenal nama H.O.S Tjokroaminoto hanya dikenal sebagai nama jalan saja. Dalam buku ini para Pejuang Cerita bersama-sama mengajak siapa saja untuk senantiasa belajar memahami dan mengemban nilai-nilai ajaran H.O.S Tjokroaminoto untuk kehidupan sehari-hari. Dangan harapan muncul keyakinan bahwa bangsa ini masih memiliki bibit calon pemimpin besar yang hebat untuk memperjuangkan cita-cita bangsa yang luhur.
Ada dua puluh cerpen di dalam buku Perjalanan dan Bekal-Bekalnya:
- Perjalanan Dan Bekal-Bekalnya (K. Himawan)
- Pagar Tinggi (Wahyu Alhadi)
- Menjerang Asa (Eko Purwatiningsih)
- Dari Ayah Untuk Ayah. Simpan Di Kepalamu (Al-Fian Dippahatang)
- H.O.S Tjokroaminoto Inspirasi Keluarga Kami (Leyla Naulia)
- Laila. Yang Datang Dan Pergi DI Malam Hari (DK Sumitra)
- Lukamu: Luka Kita Bersama (Awal Akar)
- Mengawal Jejak Di Beranda Revolusi (Rintahani Johan Pradana)
- Rembulan Di Langit 1882 (Akhsin Faudi)
- Tjokro. Semangatlah (Jakajunie)
- Ubah Aku. Tjokroaminoto (Jelita Nur Khasanah)
- Botjah Angon (NF Wiluj)
- Kakiku Di Tanah Badran (Tri Heni Handayani)
- Para Prajurit Surga (Santi Sumiati)
- Dongen Salaman (Salim Sabandino)
- Hijrahku (Arnadh)
- Seruan Tjokroaminoto (Nabila Ulamy Alya’)
- Murji (Joshua Simanungkalit)
- Stratifikasi (Arsyanisa Zelina)
- Kibaran Merah Putih Oleh Seorang Bermata Jerami (Raudatur Ridha)
***
Lalu, Bagaimana isi ceritanya???
Mari mulai membaca dan memahami isi dari cerita-cerita pendek pada buku ini. Saya menceritakan salah satu cerpen yang berjudul “Pagar Tinggi”

Namanya Cakra. Dalam pengembaraannya selama satu bulan cakra digoncang badai yang menerkam dan merapuhkan kapalnya. Badai yang mencekam menenggelamkan cakra dan seluru awak kapal kedalam samudra. Hingga takdir berkata lain, cakra pun masih di beri napas hingga selamat dan terdampar din sebuah pulau yang terletak di asia selatan. Pulau Pagar Tinggi namanya.
Di pulau ini ada peradaban manusia yang lumayan maju, pergolakan ekonominya pun ramai. Kondisi jual beli nampak pesat di pulau ini. Ratusan orang berjejal dalam kegiatan jual beli. Keranjang-keranjang ikan dan sayur terpampang di pinggir jalan.
Cakra memperhatikan akivitas di pulau ini, Para pembeli menawar barang yang dijual dengan kejam. Begitu pula sebaliknya para penjual memasang harga dagangannya yang terlampau tinggi.
“Ini berapa? Kalau jadi penjual jangan terlalu mencekik pembeli.” Kata seorang pembeli yang menampar salah satu pedagang.
“Kalau tidak mau ya sudah, jangan memaki seperti itu! Cari saja penjual yang lain, saya yakin harganya akan tetap sama.” Kata si penjual membela diri.
Begitulah kondisi pasar. Pasar pun seakan berubah menjadi arena medan perang. Di pulau ini kehidupan diatur oleh uang. Cakra lantas segera berjalan menuju utara ke arah pemukiman penduduk dan akhirnya cakra menemukan tentang ketamakan penduduk pulau ini.
Cakra sampai di pemukiman penduduk. Rumah berjarak rapat dan berjejer rapih. Sangat tidak masuk logika rumah-rumah para penduduk dihiasi dengan pagar yang menjulang begitu tinggi hingga menutupi halaman dan bangunan rumah tersebut. Tetapi anehnya tidak semua pagar rumah sama rata tingginya dengan penduduk yang lain. Ternyata di pulau ini, semakin tinggi pagar yang dibangun semakin berderajatlah si pemilik rumah. Pagar menjadi tanda kehormatan semakin tinggi penghasilan penduduk atau semakin tinggi status pekerjaan maka akan di tunjukan pada ukuran pagar rumah.
Pada suatu malam hari, Badai menerjang Pulau Pagartinggi. Angin bergulung-gulung menghempas pemukiman penduduk. Masyarkatpun resah. Sejenak cakra berdoa agar badai yang menerkam segera berhenti. Tiba-tiba dari kejauhan cakra melihat sesorot cahaya. Seorang laki-laki berlari ke arah cakra.
“Cakraa… Cakraaaa….. Ayo segera kepemukiman penduduk. Banyak warga yang terluka. Rumah-rumah mereka dihempas oleh pagar tinggi.
-Pagar Tinggi- (Perjalanan dan Bekal-Bekalnya, Hal.13)
______________________________________
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di jabaraca.com tanggal 17 Juli 2017