Ruang Tidur

Sama-sama Manusia (bagian 2)

dokpri

Suatu hari minggu, aku dan Ichi berjalan-jalan di pasar tiban dekat perumahan tempat kami tinggal untuk mencari sarapan sambil melihat-lihat. Tiba-tiba kami bertemu dengan Fauzan, seorang teman Ichi. Fauzan ini, menurutku agak aneh. Dia antusias sekali ngobrol dengan Ichi, tapi tak sedikitpun dia melihat ke arahku. Ibarat kata, dunia itu cuma ada mereka berdua dan aku cuma asesorisnya Ichi. Aku jadi bete juga nungguin orang ngobrol. Aku colek-colek si Ichi sampai dia risih.

“Eh Fauzan, ini adekku namanya Meicha.” Kata Ichi.

Fauzan hanya menangkupkan tangannya di depan dada dan membungkuk sebentar lalu kembali tidak melihatku.

“Apalah cowok ini ni….” Jeritku dalam hati.

Kadar bete jadi maksimal. Aku lalu meninggalkan mereka ngobrol berdua dan aku menghampiri penjual mendoan. Tak berapa lama, Ichi menghampiriku.

“Udah selesai pacarannya?” tanyaku sinis pada Ichi.

“Dia emang gitu, lulusan pesantren. Gak bisa liat cewek.” Kata Ichi sambil mengambil mendoan yang ada di piringku.

“Ih, beli sendiri sana.” Kataku sambil menyembunyikan mendoanku.

Ichi lalu memesan makanan sendiri. Selesai makan, kami kembali berjalan-jalan. Pasar tiban di sini, sungguh luar biasa karena kelengkapannya bisa mengalahkan hypermart atau megamart yang ada di mall. Di sini di jual mulai dari pernik-pernik rambut hingga mobil mewah.

Saat sedang melihat-lihat sepeda, aku melihat cowok yang tidak asing sedang asyik berangkulan dengan seorang cewek.

“Chi, itu temenmu tadi gak sih?”kataku sambil mencolek lengan ichi.

“Yang mana?” Tanya Ichi sambil memicingkan mata melihat tempat yang aku tunjuk.

“Yang lagi rangkulan sama cewek itu.” Jawabku.

“Hah? Yang mana?” Tanya Ichi lagi sambil kaget.

“Itu…” teriakku sambil menunjuk.

“Eh, kok iya sih?” kata Ichi masih tercengang. “Adeknya kali.”

“Kamu sama aku gak gitu-gitu banget, Ichi.” Kataku. “Atau dia udah punya istri?”

“Kok aku gak tau kalo dia punya istri?” kata Ichi. “Besok aku cari tau deh.”

Besok sorenya, Ichi menghampiriku saat aku sedang asyik nonton TV.

“Meicha, si Fauzan itu ternyata bener dia pacaran tau. Tadi aku ketemu sama temen-temennya. Mereka juga gak ada yang tau kalo dia punya istri. Tapi jelas dia gak punya adik. Dia anak tunggal soalnya.” Kata Ichi.

“Kita cukup tau lah ya… Lagian kalo dia punya istri, harusnya perempuan yang jilbaban gak sih? Bukan cewek modis remaja ibukota kayak yang kemarin.” kataku.

“Harusnya kalo gitu, emang dia udah suka sama cewek, dia gak usah gitu banget gak sih sama kamu?” kata Ichi.

“Sudahlah, mungkin dia sudah lelah.” Kataku kembali berkonsentrasi menonton TV.

Baiklah, kita tinggalkan lupakan cowok-cowok jahat yang dulu selama 2 bulan tidak ada bosannya menggangguku. Sekarang bagaimana dengan Fauzan? Aku tidak menyalahkan kebiasaannya yang antipati pada perempuan karena dia lulusan pesantren dan mungkin dididik untuk bersikap seperti itu. Tapi kemudian dia berpacaran dengan gadis cantik sambil berangkulan seperti itu? Menurutku, kalau dia mendalami apa yang diajarkan di pesantren, dia tidak akan merangkul gadis yang bukan istrinya seperti itu. Karena bukan kah agama Islam mengajarkan para pria untuk bersikap hormat pada wanita?

 

Dipublikasi pertama kali di kompasiana.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s