Pagi tadi sebelum berangkat bekerja saya menyempatkan diri ke pasar untuk mengantar Si Teteh yang wajahnya masih dikira anak SMA ini. Dan kalau kita sedang jalan berdua sudah banyak orang yang mengira kita adalah sepasang anak SMA yang baru jadian (pacaran).
Sesampai di pasar saya menurunkan Si Teteh yang wajahnya masih dikira anak SMA ini di pinggir jalan. Dia lekas berlari masuk ke dalam pasar. Sementara saya menunggunya di luar pasar/pinggir jalan. Peran saya di sini selain jadi tukang ojek, saya juga berperan jadi tukang parkir yang menjaga motornya sendiri. Tujuannya sudah sangat jelas, agar kita berdua tidak perlu bayar pakir.
Setelah berbelanja, Si Teteh yang wajahnya masih dikira anak SMA ini segera menghampiri saya. Dia membeli beberapa potong ikan yang bisa saya lihat dengan jelas dari kantong plastik transparan berwarna putih.
Seketika saya langsung berpikir, “Wah ini bahaya… Kalau aku sampe telat pulang ikan-ikan ini apa kabarnya?”.
Seharian tadi saya bekerja tidak seperti biasanya, sedikit-sedikit melihat jam tangan yang saya kenakan. Berharap jam kerja cepat berlalu dan jam pulang segera tiba.
Saya membayangkan beberapa potong ikan yang diberi bumbu dengan racikan sepesial tersaji di dalam piring. Tak ketinggalan juga kerupuk kaleng bewarna putih, berbentuk bulat, harga seribuan. Di sisi kanan piring tersedia es susu cokelat. Di depan saya ada Si Teteh yang wajahnya masih dikira anak SMA ini turut menemani. Oh iya sampai lupa, kecap manis (bagi saya ini wajib). Kemudian kita menyantapnya bersama, terlebih dahulu diiringi dengan doa.
Saya akui, saya ketagihan masakan Si Teteh yang wajahnya masih dikira anak SMA ini. Sungguh, masakannya begitu uwuwuwu~. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk tidak makan ikan.
BlokAM.com 