Dapur

Masak

“Seng.. Seng… Teng.. Seng…”
Begitulah suara di dapur ketika saya sedang mengaduk bumbu racikan dari Teh Meita.

Bumbu beraroma sedap dan mampu membuat saya menahan rasa ingin bersin. Dicampurlah air matang secukupnya, lalu aroma yang membuat rasa gatal di hidung pun menghilang.

Saya terus mengaduk bumbu yang sudah bercampur air secukupnya itu. Dimasukan daun sawi sendok yang sudah dipotong-potong oleh Teh Meita.

“Kalo daun itu udah keliatan layu bilang aku ya, Kak. Aku mau lanjut motong-motong ini”, kata Teh Mei.

Setelah saya lirik, ternyata Teh Mei sedang memotong beberapa batang daun seledri. Saya terus mengaduknya sampai daun sawi sendok itu layu.

“Teh… Udah nih, udah layu.”

“Alright… Tunggu, Kak…”

“Seng.. Seng… Seng..” Suara penggorengan masih terdengar secara khas.

Dengan segera Teh Mei memasukan Mie yang sudah matang dari rebusan. Jeda beberapa detik, dimasukan telur yang sudah digoreng sebelumnya bersamaan dengan potongan nuget. Saya masih lanjut mengaduk dengan spatula di tangan kanan.

Saya terus mengaduk sampai air menyusut. Tak berapa lama daun seledri yang baru saja ia selesaikan dimasukan. Tangan kiri saya semakin erat memegang penggorengan dengan kain anti panas.

“Teh, kecapnya…”

“Oh iya, Kak. Aku hampir lupa. Hahahaa”

Dengan cepat Teh Mei menuangkan kecap manis secukupnya. Saya masih lanjut mengaduk-aduk semua bahan makanan yang sudah tercampur. Tidak membutuhkan waktu lama, masakan yang kami masak berdua pun sudah tersaji dan kami siap untuk menyantapnya dengan penuh selera.

“Ayuk makan…”

“Ayuk….” Sahut Teh Mei dengan semangat.

“Jangan lupa baca doa.”

Saya menyantapnya dengan lahap. Menikmati cita rasa yang ada. Rasa manis dari kecapnya, rasa pedas dari cabainya, sapai rasa nuget dan telur yang ikut menemani mie yang digoreng itu. Saya sesekali melirik Teh Mei, ia begitu menikmati santap makan malam hari ini.

Sesudah makan saya dan Teh Mei duduk-duduk di luar rumah. Menikmati angin malam yang sesekali berhembus. Perut yang terasa kenyang begitu mendamaikan suasana malam ini. Sesekali kami bercanda, mengeluarkan kalimat-kalimat yang membuat kami tertawa geli.

“Kak…”

“Apa…?”

“Kak, kamu mau jajan gak?”

“Jajan apa?”

“Apa aja gitu…”

“Ohya, kamu mau gendut gak ?”

“Maksudnya jadi gendut, Kak ?”

“Iya..”

“Enggak mau, Kak….”

“Ya, udah kalo gitu gak usah jajan. Hahahahaa”

Kemudian saya tertawa lepas bagaikan Adipati yang baru saja pulang ke kerajaan setelah memenangkan pertempuran di medan perang.

Bekasi, 11 April 2018

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s