Ruang Tidur

[My Diary] Kebetulan yang Sudah Digariskan

http://www.kompasiana.com/fiksiana-community

Kata orang, tidak ada yang kebetulan terjadi di dunia ini. Kebetulan hanyalah ungkapan manusia karena dia tidak tahu rahasia Tuhan. Segala yang terjadi di dunia ini sudah digariskan oleh Tuhan. Semua ada tercatat rapi dalam buku-Nya.

***

Magrib itu, niatnya aku dan Kang Wildan mau numpang solat di musola kantor desa Giriasih, Kabupaten Bandung Barat setelah seharian jalan-jalan ngunjungi TBM bening Saguling, TBM Citapen Berkah, TBM Asy-syifa, dan perpusdes Giriasih. Cuman karena air di musola kantor desa mati, kami lalu menumpang solat di SMA Albidayah Batujajar tempat Kang Wildan mengajar.

Saat kami masuk situ, kami disambut 3 orang murid yang tinggal di situ.

“Ini di sini ada pesantrennya juga, Teh. Mereka ini orang Indonesia, tinggal dan besar di Malaysia, trus SMA nya di sini.” Cerita Kang Wildan.

“Hah? Gimana ceritanya?” lontarku spontan.

Ketiga anak tadi langsung cengok aja gitu. Kayaknya sih, mereka bingung mau mulai cerita dari mana.

“Panjang yah ceritanya?” tanyaku lagi memecah kecengokan mereka. Iya atuh Meta. Orang Indonesia, tinggal di Malaysia trus terdampar di kabupaten ini pasti ada hulu ceritanya.

Aku dan Kang Wildan lalu pamit solat dulu. Selesai solat, anak anak itu lalu berkumpul dan bercerita pada kami bagaimana mereka bisa terdampar di sini.

Mereka adalah anak-anak orang Indonesia yang menjadi buruh kelapa sawit di Malaysia. Mereka lahir dan besar di Malaysia walaupun ada juga yang lahirnya di Indonesia tapi besar di Malaysia. Mereka bisa sampai di Batujajar karena mereka mendapat beasiswa dari Sabah Bridge. Suatu program beasiswa untuk anak-anak buruh di Malaysia dari Indonesia supaya bisa bersekolah di Jawa. Beberapa dari mereka malah harus adu pendapat dengan orang tuanya untuk bisa sampai di sini.

Seorang anak mengulangi kalimat yang dilontarkan pada orang tuanya saat dia bertekad mengambil beasiswa untuk sekolah ke Jawa. “Pak, kalau aku ndak punya pendidikan, aku bakal sama aja. Orang yang punya pendidikan itu, sebulan kerja aja udah diangkat jadi mandor. Bapak berapa tahun kerja disini masih saja jadi buruh?

Aku mengerti kondisinya. Gak semua orang tua sanggup berpisah dengan anaknya. Walaupun itu alasan pendidikan. Walaupun pendidikannya itu gratis. Tetapi butuh kelapangan jiwa dari orang tua untuk melepas anaknya terbang jauh.

Itu seperti teguran dari Tuhan juga untuk aku yang suka mengeluh. “Liat Meta, dengerin perjuangan anak-anak itu. Sekarang coba bilang, apa yang gak dikasih buat kamu? Kamu masih aja mau ngeluh?

Pas disuruh ngomong sama Kang Wildan, aku sih tadinya cuma standar aja ngomong kalau mereka harus memegang cita-cita mereka, menangkap apa yang dikejar, dan berjuang meraih apa yang mau mereka raih. Mau ngomong apa lagi coba?

Cuman tiba-tiba pas mereka bilang di Sulawesi banyak banget yang ke Malaysia untuk jadi buruh kelapa sawit, aku kayak langsung tersengat. Aku langsung keinget sama buku berjudul Perampasan Ruang Hidup. Sebuah buku yang menceritakan tentang ruang hidup orang orang asli di Maluku yang dirampas. Sejak jaman Belanda, Belanda mengambil alih tempat mereka. Kemudian datang orde baru, orang Jawa yang menjadi tuan tanah di sana. Jangan sampe. Anak-anak pejuang ini, gak boleh menjadi orang-orang yang ruang hidupnya dirampas. Mereka harus menjadi pribadi yang merdeka.

Aku lalu berbicara sungguh-sungguh dengan mereka. Sulawesi itu surga dunia. Jaman Belanda dulu, orang-orang Belanda datang ke Sulawesi, mereka membuka perkebunan kopi, jeruk, rempah-rempah, dan banyak sayuran. Yang jadi tuan tanahnya orang Belanda, dan orang pribuminya jadi buruh waktu itu. Masak sih, sekarang penduduknya pada jadi buruh perkebunan di tanah orang? Kan orang-orang Belandanya udah pergi…

“Kalian harus belajar yang rajin. Kalau udah pinter, kalian harus membangun daerah kalian. Kalian harus mengambil lagi apa yang seharusnya daerah kalian punya. Segala potensi yang ada disana harus bisa kalian kembangkan untuk kalian dan orang-orang di sana,” gitulah kurang lebih aku bilang sama mereka.

Aku lalu keinget gitu sama mbak Vina, teman aku saat kuliah profesi dulu yang berasal dari Jember. Dia punya cita-cita mau bikin perkebunan tanaman obat dan membuat industri rumah yang memproduksi obat-obat tradisional.

Di tempat aku Mei, banyak banget orang yang jadi TKI. Udah lulus SMA, malah ada yang lulus SMP gitu mereka jadi TKI. Daripada jadi pembantu di negeri orang yah, mending mereka diajak usaha bareng-bareng, berkebun, bikin jamu. Itu kan kegiatan orang-orang kita jaman dulu?” kata temanku.

Aku pingin mereka punya semangat membangun daerahnya seperti Mbak Vina, pantang menyerah memajukan masyarakat. Padahal, akunya sendiri aja lagi ada di ujung jalan putus asa.

Ini lah, aku baru sadar kalau gak ada yang kebetulan. Tuhan mau aku ketemu anak-anak itu. Tuhan mau aku dengerin cerita mereka supaya aku  yang pingin mereka enggak menyerah juga enggak merasa putus asa.

Ada, Ry, yang pingin aku lakukan buat mereka. Tapi apa yah? Nanti lah aku pikirkan. Ini masih hari Selasa pagi. Ada hal-hal ribet yang minta dipikirkan lebih dahulu.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Event My Diary yang diadakan oleh Fiksiana Community 11 April 2016 – 13 April 2016.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s