Sudah beberapa hari terakhir ini aku merasakan rindu akan suasana Yogya. Senyum hangat Bapak, senyum hangat si Mbah, senyuman ramah para tetangga, pepohonan yang rimbun, dinginnya udara pagi Kaliurang, memandang eloknya Merapi di pagi hari, dan masih banyak lainnya yang sudah aku rasakan ingin kembali merasakan.
Sudah dari jauh-jauh hari aku memesan tiket lebaran untuk pulang ke Yogya. Hasilnya, patut disyukuri masih bisa mendapatkan tiket kereta api yang terjangkau dari kantong.
Terkadang aku menghitung hari keberangakatan menuju Yogya. Kadang saat perjalanan pulang kerja, kadang saat tiba di rumah, kadang pula saat hendak tidur. H -49, H -48, dan hari ini H -47.
Kemarin, hari Kamis ketika sepulang kerja. Aku merasa benar-benar lelah sampai tertidur lebih awal dari biasanya. Aku bermimpi, di suatu pagi aku sudah terbangun dari kamar tidur di Yogya. Udaranya sejuk, ditambah lagi ketika habis mandi. Segar rasanya ketika habis mandi lalu disuguhkan secangkir teh manis hangat.
Di meja ruang tengah, aku meminum teh manis itu ditemani dengan beberapa buah pisang goreng. Istriku duduk tepat disebelah kananku. Kami berbincang yang entah apa aku lupa perbincangan di mimpi itu.
Kemudian, aku dan istri begegas pergi menuju sebuah cafe, entah siang hari atau sore hari. Sampai sekarang aku masih nge-blur waktunya. Sesampainya di cafe aku melihat sosok yang tidak asing lagi. Sesosok itu adalah Jokpin. Ia membacakan puisi yang sudah pernah aku dengar sebelumnya.
-Hati Jogja-
Dalam secangkir teh ada hati Jogja yang lembut meleleh…
Dalam secangkir kopi ada hati Jogja yang alon-alon waton hepi…
Dalam secangkir senja ada hati Jogja yang hangat dan berbahaya…