Semalam, setelah pulang bekerja rasa lapar sudah tidak bisa ditahan lagi. Tanpa lepas seragam kerja, saya segera mencuci muka, cuci kaki, cuci tangan kemudian berburu makanan di dapur.
Beruntung, dibalik tutup saji sudah tersedia masakan kesukaan saya. Tidak perlu pikir panjang langsung ambil piring, menyendok nasi yang banyak dan menyantapnya dengan lahap. Tak lupa juga ditemani segelas teh manis hangat yang dibuatkan oleh sang istri.
Rasa-rasanya perut saya ini masih menampung satu piring lagi. Tidak ragu, saya memutuskan untuk menambah asupan ke dalam perut. Entah kenapa beberapa hari terakhir ini selera makan saya meningkat. Mungkin, ini mungkin yah… Karena puasa.
Selang dua jam dari santap makan malam. Tepatnya pukul 22.30, perut saya sudah terasa lapar lagi. Saya lekas menuju dapur. Sangat disayangkan masakan kesukaan saya itu sudah habis. Membuka pintu kulkas, hanya ada bahan makanan yang akan diolah untuk santap sahur.
Sedikit berpikir, karena stok telor di kulkas habis. Kayanya saya harus membeli beberapa butir telur di mini market dekat rumah. Dengan senang hati istri saya, Meita bersedia ke luar rumah dengan berjalan kaki menuju mini market. Kemudian ia akan membuatkan telur dadar.
Hampir tujuh belas menit berlalu, istri saya pun pulang. Ia membawa sebungkus kotak dengan aromanya yang khas.
“Gimana telornya? Harganya berapa?” Tanya saya ke sang istri.
Dengan wajah manis dan senyumnya yang ceria ia menjawab, “Harganya 28 ribu, Kak…”
“Owalah, mahal banget. Kamu beli sekilo?”
“Engga kok. Aku belinya di abang-abang Martabak depan mini market itu. Di situ ga boleh beli telornya doang. Jadi aku beli ini deh. Martabak Telor.”
“Loh, mini marketnya?”
“Udah tutup, Kak…”
“Good… Kamu kreatif…”
BlokAM.com 