Garasi

Motor Tua Bapak

Berbicara soal sepeda motor, saya punya rasa ketertarikan sendiri dengan motor-motor tua. Apalagi motor tua yang terawat. Rasanya selalu kagum dengan si tua itu. Kata orang makin tua makin jadi. Ya makin jadi-jadi saja untuk memukau setiap pasang mata yang meliriknya.

Beberapa tahun lalu, tepatnya di tahun 2016 saya pernah membeli sebuah motor tua bermerek Honda. Honda GL 1989. Dari pemilik sebelumnya Honda GL 1989 tersebut sudah berubah wujud dengan memakai baju Honda CB Gelatik. Hanya saja, dari sektor mesin, rangka dan kaki-kaki masih mempertahankan kondisi aslinya.

Bisa saja sih saya merubah kembali menjadi Honda GL 1998 sesuai dengan jati dirinya. Tapi, kok ya saya malah lebih suka melihatnya dengan baju CB Gelatik itu. Akhirnya, saya mantapkan diri untuk tidak megembalikan jati dirinya.

Tetapi Honda GL 1998 berwujud CB Gelatik itu tidak bisa bertahan lama di tangan saya. Saya memegangnya selama satu tahun saja. Tepat di awal tahun 2017 saya menjual Honda GL 1998 berwujud CB Gelatik itu dengan harga lima juta lima ratus ribu rupiah. Harga yang pantas menurut saya. Sebab, saat saya membelinya dulu harga yang saya dapatkan hanya empat juta rupiah. Sedikit ambil untung karena beberapa bagian sudah saya perbaiki, termasuk mesin.

Sejujurnya saya merasa sayang pada si Honda GL 1998 berwujud CB Gelatik itu. Sampai pada saat proses jual belinya saya tidak mau hadir dan tidak mau melihat. Semuanya diproses oleh adik saya. Rasanya tidak tega melihat si Honda GL 1998 itu diraih orang lain. Tapi apalah daya saya harus menjualnya karena beberapa hal yang menjadi pertimbangan saya.

Satu tahun sudah berlalu sejak kepergiannya. Saya menjalani hari-hari dengan motor berjenis matic. Terkadang ketika di jalan saya melihat orang lain menggunakan sepeda motor tua, kenangan-kenangan bersama Honda GL 1998 itu kembali terlihat di benak pikiran saya. Terkadang, ada rasa ingin memiliki dan merawat kembali sebuah sepeda motor tua. Mungkin Honda GL, Honda CB, Honda C70, atau mungkin saja Vespa.

Beberapa hari yang lalu saya pulang ke Yogyakarta. Di Yogya, ada dua buah sepeda motor tua. Sepeda motor yang selalu di rawat dengan baik oleh Bapak. Ketika sampai di rumah, semua rasa kerinduan tersampaikan. Rindu akan kedua orang tua, rindu akan keramaian dan keributan adik-adik dan tentu saja rindu akan menunggangi motor tua.

Kedua motor inilah yang selalu saya bawa kemanapun ketika sudah pulang ke Yogya. Kalau jaraknya jauh, saya pakai si Abang (sebutan untuk Honda Star Warna Merah). Kalau jaraknya deket, sekitaran Rejodani, Jakal atau Clumprit saya pakai si Vespa (sebutan untuk Vespa Sprint 150 berwarna cream ini).

Kenapa pakai si Abang? Ya karena si Abang memiliki surat-surat lengkap untuk bisa diajak jalan-jalan jauh. Sementara alasan yang membuat si Vespa tidak bisa jalan-jalan jauh dari rumah karena surat-suratnya sedang diproses oleh Bapak.

Yang saya suka dari kedua motor ini adalah performanya yang baik dan masih dalam kondisi prima. Masih bertenaga. Melihat kondisi mesinnya, ya sudah jelas mesin dalam kondisi sehat. Kedua mesin motor ini pun tidak ada oli yang bocor. Sebab itu tak ada rasa ragu untuk menarik gasnya.

Semoga ketika saya pulang ke Yogya lagi, kondisi kedua motor ini masih dalam kondisi sehat dan bugar. Sesehat dan sebugar Bapak yang merawatnya.

(si Vespa yang berwarna cream)
(Si Vespa, berwarna cream yang asik buat jalan-jalan mengelilingi kampung.)
(Si Abang, Honda Star berwarna merah yang asik di ajak jalan-jalan kemanapun.)
(GL 1998 berbaju CB Gelatik yang pernah saya miliki. Walaupun sebentar, setidaknya kita pernah bersama.)

Bekasi, Kamis 7 Juni 2018

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s