Ruang Tamu

Beristirahat di Perkebunan Panglejar Cikalong Wetan

PANO_20180619_071404
(Sauasana di area beristirahat: Dokumen Kak Allan)

“Nyah, nanti sarapan kupat tahu di Padalarang ya?” kataku pada suamiku.

Suamiku mengangguk.

Kami dalam perjalanan pulang dari Bandung menuju Bekasi. Dari rumah kakak di daerah Riung Bandung, kami berangkat pukul 5.30 pagi dengan motor. Setelah berjalan membelah kota Cimahi, kami sampai di pasar Padalarang. Sayangnya, kami belum menemukan penjual kupat tahu.

“Nanti kita makan di rest area yang di tengah kebun itu aja, Nyah,” kata suamiku. “Sambil ke toilet kita.”

Rest area yang dimaksud terletak di seberang rumah tua dengan plang berwarna hijau bertuliskan “PT. Perkebunan Nusantara VIII (persero) Kebun Panglejar”. Lokasi di jalan raya Bandung-Purwakarta kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat. Tempat peristirahatan tersebut terdiri dari beberapa penjual makanan dan sebuah bangunan yang difungsikan untuk toilet umum dan musola. Di sekelilingnya adalah perkebunan teh.

Menurutku agak lucu juga ada musala di sana. Sebab sebelahnya, terdapat sebuah masjid yang agak besar. Namun bisa saja sih, musala di tempat peristirahatan tersebut ada lebih dulu daripada masjidnya. Atau, memang di waktu tertentu orang yang mampir ke sana membeludak sehingga sebagian orang solat di musala. Tidak masalah juga, sih.

Kami tiba di sana pukul 7. Aku memesan bubur ayam pada seorang ibu yang berjualan dibantu oleh anak remaja laki-lakinya. Semangkuk bubur ayam dihargai 10 ribu rupiah. Terlihat mahal, namun itu merupakan harga yang wajar untuk di sebuah tempat peristirahatan. Menurutku. Bubur ayam di sebelah rumahku saja, mematok harga 8 ribu rupiah.

Suamiku memesan segelas teh manis panas dan memakan beberapa gorengan. Teh manisnya diberi harga 4 ribu rupiah dan gorengannya seribu rupiah sebuahnya. Ini juga merupakan harga yang normal. Di tempat peristirahatan di tol Cipularang, ada yang mematok harga 2 kali lipatnya.

Saat kami tiba, beberapa orang sudah berada di sana terlebih dahulu. Kebanyakan adalah pengendara motor. Ada yang rombongan, ada pula yang individu. Menurutku wajar sih kalau jarang mobil. Dibanding melewati jalan yang berliku-liku dan naik turun seperti ini, mereka bisa melalui tol Cipularang. Namun bisa beristirahat di tengah perkebunan sambil menghirup hawa sejuk di sini jelas tidak bisa dinikmati di tempat peristirahatan yang ada di pinggir tol.

panglejar
(Sumber gambar: foursquare.com/v/perkebunan-teh-panglejar)

Sedikit tentang Perkebunan Teh Panglejar, perkebunan ini nampaknya ada sejak jaman Belanda (sebuah bangunan di sebelah masjid bertuliskan “Panglejar 1925”).

Tidak banyak informasi yang bisa aku dapatkan di internet tentang perkebunan ini. Beberapa surat kabar daring memberitakan akan dibangunnya Kota Baru Walini dan dilintasinya kereta cepat di kawasan itu.

Dan salah satu penyebab akan didirikannya Kota Baru Walini tersebut, adalah karena iklim di daerah tersebut sudah tidak lagi cocok untuk bertanam teh. Pada musim kemarau, suhu udara di siang hari bisa lebih dari 30 derajat celcius.

IMG_20180619_070907_1
Nanti kalau lewat sini lagi, aku mampir, terus aku ceritain lagi ya… 🙂

***

Tulisan ini pertama kali aku publikasikan di kompasiana.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s