
(nasional.harianterbit.com)
“Kamu dari Jogja pindah ke Bekasi?” tanya seorang teman yang aku temui di The Jakarta Post Writer Series 2018. ” Apa rasanya?”
“Panas,” jawab kusingkat.
“Hawanya?” tanya temanku lagi.
“Semuanya,” jawabku.”Hawanya panas, orang-orangnya juga kalo dibelek darahnya mendidih, aku rasa. Liat aja noh kalo di jalanan. Aku aja nih, yang kalau di Jogja bisa naik motor dari Kaliurang ke Parangtritis, suruh ngendarai motor di Jalan Ahmad Yani Bekasi sana angkat tangan. Mending ngeluarin duit buat bayar tukang ojek.”
Temanku itu tertawa.
“Iya lah,” katanya.” Di Jogja orang-orangnya santai banget. Di lampu merah sepi aja masih mauberhenti.”
“Orang-orangnya tuh gak dalam kondisi buru-buru soalnya, “kataku”. Mereka cukup banyak waktu untuk menikmati perjalanan dan untuk tiba di tujuan tepat waktu.”
“Ada temenku yang punya proyek di Jogja, Mei,” dia memulai cerita. “Katanya dia selalu geregetan tiap naik motor di Jogja. Orang pada berkendara pelan-pelan. Dia naikmotor sampe sering klakson-klakson.”
“Nah itulah,” sahutku,” Kalo dalam keadaan tenang ada mobil atau motor yang klakson-klakson gak penting di Jogja, aku selalu liat plat nomornya. Dan sebagian besar yang kayak gitu adalah kendaraan plat B.”
Temanku itu tertawa lebih keras.
***
Di Jalanan Kota Bekasi, semua orang ingin menguasai jalanan dan dia ingin memacu kendaraannya sampai kecepatan maksimal. Itu yang aku rasakan. Bahkan mobil SUV pun bisa bersikap seperti itu di jalanan kecil. Di gang perkampungan padat penduduk.
Lampu lalu lintas yang menghiasitiap perempatan, di Bekasi betul-betul hanya lampu hiasan. Orang suka menerobos lampu merah setiap ada kesempatan. Tidak peduli nanti tiba-tiba ada yang lebihberhak menggunakan jalan itu.
Awal aku berkendara di Bekasi,orang suka mengklakson dan memakiku yang diam santai saat lampu merah. Yang membuatku heran, itu kan lampu merah dan aku berhenti. Jadi di mana salahnya?
Lampu sen di kendaraan, rasanya juga hanya untuk asesoris kendaraan. Aku pernah menemui ada orang yangmengendarai motor di sebelah kiri dan menyalakan lampu sen kiri. Lalu tiba-tiba, dia mak kluwer berbelok ke kanan dan membuat kaget pengendara yang ada di belakangnya.
Pernah lagi aku mengendarai motor, sudah menyalakan lampu sen ke kanan dan berada di jalur kanan siap untukberbelok ke sebuah toko, tiba-tiba ada motor yang menyalipku dari arah kanan. Jelas itu membuatku terkejut.
Orang-orangnya, tidak bisa disalahkan. Pengendara mobil yang berjalan di gang kecil perkampungan, bisa memaki pengendara motor yang diam di tepi pagar rumah orang. Padahal si pengendara motor sudah berhenti dan memberikan jalan untuk dia lewat.
Tidak semua pengendara motor seperti yang aku ceritakan tadi, sih. Tapi aku menemui banyak orang yang seperti itu. Kaki kanan dan kaki kiri sudah menjadi korban ‘kejamnya’ jalanan Kota Bekasi. Kaki kiri ditabrak motor yang tidak berhati-hati saat menerobos lampu merah dan kaki kanan ditabrak mobil melawan arah.
Ini belum termasuk kondisi jalanannya. Di beberapa ruas jalan utama memang jalanan bagus. Namun dibeberapa jalan, termasuk di dekat rumahku, ada aspal yang tampak “patah”, berlubang, dan sebenarnya agak berbahaya untuk dilalui.
Selama beberapa bulan aku mengalami gegar budaya. Namun itu tidak berlangsung lama. Sebab perlahan-lahan aku sudah mulai beradaptasi. Kalau ada yang mengklaksonku dan aku tidak bersalah, aku bisa mengklakson balik. Kalau ada yang memakiku di jalanan, aku bisa memaki balik. Sekali lagi, itu kalau aku memang tidak bersalah. Kalau memang bersalah ya aku minta maaf. Tapi kalau sudah minta maaf masih dimaki-maki, sepertinya aku harus melakukan sesuatu pada kendaraan orang itu.
***
NB: Aku menyimpan lama tulisan ini sebelum diunggah di Kompasiana. Aku teringat sebuah artikel yang “mengancam” orang yang merundung Bekasi. Dalam artikel tersebut meminta orang untuk berfikir panjang sebelum merundung Bekasi. Namun tulisan ini bukan rundungan. Menurutku, dan aku meyakini itu. Anggaplah ini kritikan untuk pengemudi di jalanan Kota Bekasi dan orang yang bertanggung jawab mengatur lalu lintas.
Artikel ini pertama kali dipublikasikan di kompasiana.com