Setelah bekerja seharian, otak dan badan memang perlu diistirahatkan. Apalagi para pekerja seperti saya, yang harus menempuh jarak menggunakan KRL dengan waktu yang cukup lama. Penumpangnya pun selalu ramai, hal itu membuat saya perlu adanya hiburan saat di dalam kereta.
Kali ini saya beruntung bisa mendapatkan posisi nyaman di dalam kereta, sehingga saya bisa membaca buku dengan leluasa. Beruntungnya lagi, saya mendapatkan buku yang berjudul ” Lambe Akrobat” yang ditulis oleh Agus Mulyadi. Seorang blogger yang tulisan-tulisannya sudah berhasil dibukukan. Inilah yang menjadi hiburan saya selama perjalanan di kereta.
” Lambe Akrobat ” adalah buku keempat yang dikarang oleh Agus Mulyadi. Buku ini terdapat dua segmen, pertama berjudul; keluarga Hansip. Sesuai dengan temanya, pada bab pertama ini banyak menceritakan tentang bapaknya Agus Mulyadi, Trimo Mulgiyanto yang berprofesi sebagai hansip. Kedua, tentang Agus dengan koleganya
Di dalam buku ini, terdapat seorang bapak dan anak yang selalu berhasil membuat saya tertawa ketika membaca kisah-kisahnya. Jo dengan pelafalan huruf ‘O’ dibaca penuh, merupakan panggilan yang unik untuk sepasang suami istri. Maknya Agus memanggil Bapaknya; Jo. Begitu pula sebaliknya. Setelah diusut, panggilan Jo ini berasal dari kata Bojo yang artinya suami/istri.
Bagi orang lain panggilan itu terasa aneh. Tetapi, bagi Agus sendiri dan tetangga yang sudah sering mendengarnya, panggilan Jo ini terdengar biasa saja.
Suatu waktu, kawannya Agus bertanya perihal panggilan Jo. Agus menjawab, kalau Jo itu adalah nama mak dan bapaknya. Jonathan dan Josephine. Kisah ini bisa kita baca lengkap dalam judul “Jo, Panggilan Emak Bapak”.
Tak kalah menggelikan pada bab kedua yang diberi Judul; “Morcopolo dan Geng Koplo”. Di dalam bab pertama, ada 16 kisah yang bisa kita nikmati dan di bab kedua, ada 17 Kisah yang tak kalah menarik untuk kita lahap. Bagi saya, kisah-kisah di dalam buku ini begitu ringan, bahasa yang digunakannya pun mudah dipahami. Keseluruhan kisah-kisah dalam buku ini begitu lucu dan sangat menghibur. Cukup untuk melenturkan syaraf otak yang tegang setelah menjalani pekerjaan yang begitu menguras pikiran.
Setelah selesai membaca 33 kisah dalam buku ini, saya benar-benar sadar bahwa dalam hidup tak perlu ada yang ditangisi, dicerca dan tak perlu disesali. Marilah kita tertawakan. Ya, betul. Mari menertawakan diri sendiri. Sebab, tanpa kita sadari betapa beruntungnya kita bisa mengalami hal-hal diluar kuasa kita, yang kalau diceritakan ulang bisa menjadi sebuah lelucon tersendiri.
Agus Mulyadi begitu piawai merangkai kata-kata dalam buku ini. Kata-kata yang kasar bisa menghasilkan lelucon tersendiri ketika dibaca. Kesialan dan musibah yang dialami, bisa menjadi sebuah kelucuan tersendiri untuk kita nikmati. Statement yang mengagetkan dan berkemungkinan membuat pembaca tertawa selalu ia terapkan diakhir kisah. Ini menjadi suatu ciri khas tersendiri pada buku ini.
Tentu saja, saya selalu tertawa ketika sedang membaca kisah-kisah di dalam buku ini. Saat saya sedang mengetik tulisan ini pun, saya masih tersenyum geli. Semacan auto-ingat pada kisah yang Berjudul: Jo, Panggilan Emak Bapak; Menjadi Monyet, Menjadi Pahlawan; dan Selimut Wangi.
Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk teman-teman yang selalu merasa kaku dan stress karena telah menjadi komuter setiap hari. Sungguh teman-teman, “Lambe Akrobat” sangat menghibur. Buku ini begitu terasa nikmat, saking nikmatnya buku ini bisa mengusir rasa lelah yang menyerang tubuh kita.
Resensi buku ini pertama kali dipublikasikan di komunitasbacatangerang.com tanggal 31 Juli 2018
Penyunting: Komunitas Baca Tangerang