Ruang Tengah

Bercermin pada DI’s Way

Pagi ini di saat sarapan pagi berjalan dengan lancar, Saya dan Dik Mei berbincang tentang DI’s Way. 9 Feb 2019, DI’s Way 1st Anniversary. Pak Dahlan Iskan menulis setiap hari. Artinya ada 360-an artikel di dalam DI’s Way. Saya takjub. Dik Mei Terkagum kepada Pak Dahlan Iskan.

DI’s Way, Dahlan Iskan’s Way, dengan alamat domain: www.disway.id adalah media yang memuat tulisan Pak Dahlan. Kita bisa menyebut blognya Pak Dahlan. Jika teman-teman ingin tahu cerita awal tentang DI’s Way, bisa langsung mengunjunginya.

Kami juga punya media untuk menyimpan tulisan kami yang sudah dipublikasikan di media sebelumnya. Yap, Blok AM ini. Umurnya juga baru satu tahun. Tepat di 1 Januari 2019. Tanggal tersebut kami atur agar mudah diingat.

Rasanya memang tidak apple to apple jika menyamakan Blok AM dengan DI’s Way. Ah, apalah Blok AM, cuma remah-remah gorengan di internet. Maka dari itu, saya tidak mau menyamakan. Tetapi…

…bercermin, Dik~

Yap, mari bercermin dari DI’s Way.

Pertama, membuat media lalu menjalaninya. Kita tahu, apapun itu, membuatnya akan lebih mudah dari pada merawatnya. Misalnya, membuat akun kompasiana. Sangat mudah kan? Lalu merawat/mengisinya? Berat, Dik~

Maka dari awal melangkah, kita harus punya niat, tekad, dan tujuan. Harus ada rasa tanggung jawab. Agar apa yang sudah kita mulai tidak berhenti begitu saja. Rasanya sayang aja, kita udah membuat tetapi tidak aktif. Logikanya, kita sudah susah payah membangun rumah dengan semangat, namun ketika rumah itu sudah berdiri, kita tinggalkan begitu saja.

Sama halnya dengan kekosongan hati. Nggak enak kan, kalau udah dibikin jatuh cinta tapi berhenti di saat udah mulai PDKT?

Halah… Hahahaha

Kedua, mengisinya dengan hal positif. Kita semua sudah tahu, banyak banget konten negatif dibelantara dunia maya. Kamu tahu nggak, Dik? Apa yang ada di dunia maya, pasti akan dibawa ke dunia nyata oleh setiap insan.

Misalnya, di dunia maya kita menemukan konten berupa berita bohong. Otomatis di dunia nyata konten itu akan menjadi perbincangan. Mulai dari sisi objek sampai subjek. Jelas dong, kehidupan di dunia nyata akan terasa tidak baik.

Maka dari itu, media yang kita miliki, Blog, Youtube, media social, dan apapun bentuknya, harus ambil peran untuk memberi pencerahan batin dan pikiran. Ya, semoga saja konten positif yang kita buat bisa melawan konten negatif. Terlebih lagi berita bohong.

Meskipun saya menyadari, banyak banget peristiwa yang saya lewatkan tanpa sebuah pembelajaran. Sialnya lagi, saya lebih menyibukkan diri pada diri sendiri daripada mengamati peristiwa yang sedang terjadi.

Ternyata ngomong itu lebih mudah, ya, daripada aksi. Monmaap ya, Dik~

Ketiga, konsiten. Mendengar kata konsisten agaknya klise banget. Berbisnis harus konsisten, bekerja harus konsisten, dan menurunkan berat badan juga harus konsisten. Tapi mau bagaimana lagi. Suka nggak suka, konsisten adalah jalan ninja yang harus kita ambil.

Menurut KBBI, kon·sis·ten /konsistén/ artinya:

  1. 1. Tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek.
  2. Selaras; sesuai: perbuatan hendaknya, dengan ucapan.

Nah, ketika kita mengucap; “Aku akan nulis setiap hari”. Rasanya setiap hari itu terdengar berat. Satu tahun ada 365 hari. Kok, ya, jadi buanyak buanget targetnya?

Jadi begini, Sayang… Lupakan jumlah hari dalam setahun. Jelas, banyak dan akan terasa berat. Apalagi kalau ingat kenangan mantan setiap harinya. Tambah berat, My Love~

Yang kita perlu ingat dan fokuskan, cukup hari ini saja. Hari ini nulis apa? Esoknya juga sama; hari ini nulis apa? Begitu seterusnya. Kita tidak perlu memikirkan jumlah yang dihasilkan. Kita cukup perlu menjalani hari demi harinya dengan melahirkan sebuah tulisan.

Dengan apa yang kita lakukan setiap hari, minggu, bulan, secara otomatis itu akan membuat kita menjadi konsisten dalam pemikiran, perkataan, dan perbuatan.

Okey. Setiap hari itu berat. Saya juga tidak akan sanggup. Kita mundur, jadi satu minggu sekali. Masih berat? Ya, satu bulan sekali aja.

Masih berat juga? Hemm…

Hemmm…

Hemmmm…

Kalla hadzil ard mataqfii masahah…

Lau na’isibla samahah…

Keempat, bercermin secara harfiah. Dalam artikel berjudul ‘Ultah’ Pak Dahlan bilang pembaca DI’s Way kebanyakan sudah dewasa/tua. Untuk yang satu ini, saya benar bercermin. Menghadap kaca.  Memandang diri. Oke, saya dewasa tapi belum tua. Perlu penjelasan? Hahahaa

Bagi saya, menulis setiap hari tanpa libur merupakan hil yang mustahal. Tapi melihat Pak Dahlan Iskan, itu (rasanya) terlihat mudah. Beliau tetap asyik menulis dan tulisannya tetap asyik dibaca meskipun sudah tidak di koran lagi. Itu karena beliau sudah terbiasa menulis. Bukankah kita bisa karena terbiasa.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s