“Dik, Aku makan indomie, yah.”
“Big no!!!“
“Satu bungkus aja.”
“Enggak nyonyah (yes, nyonyah, kalian nggak salah baca, dia memang memanggil saya yonyah). Kamu baru aja makan indomie dua bungkus tadi pagi.”
Saya manyun. Dik Mei tersenyum. Mungkin bagi Dik Mei Indomie bukanlah sesuatu yang… Apa yah? Bukan Seleranya mungkin. Bukan juga sebuah pilihan makanan untuk disantap harian.
Padahal bagi saya, Indomie merupakan panganan yang lezat. Aromanya selalu berhasil menggugah nafsu makan. Rasa yang tercipta selalu mampu membuat lidah saya bergoyang, dan tiada ingin berhenti. Meskipun sudah saya santap dua bungkus.
Saya harus melupakan Indomie sebagai panganan tiap hari di hari pertama dalam berumah tangga. Padahal dari kecil sampai membujang, tiada hari tanpan makan Indomie. Bagi saya, sudah menjadi makanan pokok.
Menurut Dik Mei, mie instan tidak baik untuk kesehatan, sebab mie instan tidak bisa langsung dicerna oleh tubuh. Butuh waktu lebih lama untuk dicerna daripada makanan lainnya.
Ya, saya mengerti. Memang mie instan tidak baik untuk dikonsumsi secara berlebih. Saya juga pernah membaca beberapa artikel kesehatan tentang mie instan. Maka dari itu, Dik Mei meminta saya untuk mengkonsumsi mie instan satu minggu satu kali. Maksimal dua bungkus di hari yang sama.
Perihal makanan, saya percaya pada Dik Mei. Dia belajar serius bagaimana mengolah makanan sehat sekaligus nikmat. Terbukti! Saat ini saya sudah suka makan ikan. Ya benar, ikan. Saya nggak suka ikan, loh. Kalau enggak salah sejak TK. Setelah insiden tertusuk duri di tenggorokan (ketulangan) sampai membuat saya nangis sejadi-jadinya. Akibatnya semacam ada rasa ilfeel terhadap ikan. Apalagi aromanya yang amis.
Tapi itu dulu, sekarang beberapa jenis ikan sudah saya coba. Ikan bawal, lele, kembung, gurame, dan tongkol. Udah ya, udah 5 jenis ikan saya sebutkan. Bumbu-bumbu yang Dik Mei pelajari dari Mbah Gugel dan Mas Yusup pun selalu berhasil ia racik dengan baik. Hasilnya, cocok di lidah saya. Soal aroma amis, Dik Mei juga mampu menyiasatinya.
Pernah satu kali saya merindukan masakan Dik Mei. Tidak, bukan itu. Dik Mei tidak sedang ada pekerjaan di luar kota. Tapi waktu itu Dik Mei sedang sakit. Sehingga selama 5 hari Dik Mei tidak memasak. Waktu itu, malam dini hari, hari Dik Mei terus mengigau. Badanya panas, 38 derajat celcius.
Dik Mei tidak bisa tidur, saya juga. Saya membawanya ke RS Mekar Sari. Dengan penuh rasa khawatir dan H2C (harap-harap cemas) Dik Mei masuk IGD jam 1 dini hari. Saat Dik Mei sakit, saya coba merawat sekuat tenaga. Pekerjaan harus saya tinggalkan demi kesehatan Dik Mei.
Sampai di titik ini, saya merasa, saya benar-benar nggak bisa hidup tanpa Dik Mei. Apapun yang terjadi saya harus menjaganya. Maka dari itu saya selalu berdoa untuk kesehatannya. Kesehatan yang utama dan pertama saya ucap dalam doa. Sebab jika kita sehat, mau ngapain aja enak, mau makan apa aja juga enak.
Dik Mei suka makan Ramen, kalau Dik Mei lagi enggak masak karena pekerjaannya, saya mengajak Dik Mei makan Ramen yang ada di dekat rumah kami. Tepatnya di samping Indomaret RS Mekar Sari. Atau jika uang kami sedang berlebih dari biasanya, saya mengajak Dik Mei makan Ramen di Sumarecon Mall Bekasi. Sekaligus beli minuman kesukaan Dik Mei: Calais. Hal-hal kecil seperti ini yang membuat senyum Dik Mei tersimpul manis. Saya suka senyumnya.
Tapi sialnya, saya hampir tidak selalu mampu membuat senyum manis Dik Mei terus tersimpul. Tentu saja ada hal-hal kecil yang membuat Dik Mei ngambek, ada hal-hal kecil yang membuat Dik Mei marah, bahkan sampai menangis. Dan hal-hal kecil cum bodoh itu datangnya dari saya yang secara tidak sadar saya lakukan.
Dalam berumah tangga, tentu saja kami mengalami keributan. Ketika Dik Mei menangis, saya bersedih dengan penuh penyesalan. Kadang rasanya saya begitu mudah untuk membuatnya menangis daripada membuat Dik Mei tersenyum. Tapi selayaknya anak kecil, beberapa detik, menit, jam kemudian kami baikan kembali. Tertawa kembali. Bercanda kembali. Kata orang tangis dan tawa adalah bumbu cinta.
Mengingat itu semua, mengingat hal-hal aneh yang kami lakukan rasanya cinta kami mekar kembali. Banyak hal yang sudah kami lewati. Banyak juga hal yang menjadi pelajaran kehidupan untuk kami. Saya rasa, hal terbaik di hari ulang tahun Dik Mei adalah dengan mengingat ulang hal-hal senang dan sedih di antara kami.
Selamat ulang tahun Dik Mei.
Tetap terus belajar, belajar, dan terus berkarya. Sejatinya kehidupan ini adalah pelajaran dalam perjalanan yang panjang. Belajar tanpa sebuah karya adalah suatu hal yang sia-sia.
Dari aku, suamimu, yang tak pernah romantis, blass…
Tabik.


