Perpus

Novel “Kekal” untuk Semesta yang Semestinya Lestari

kekal
(Novel Kekal karya Jalu Kencana)

Tiga orang aktifis gerakan Save Ciharus menjadi sasaran mafia. Dua orang ditembak oleh orang misterius. Seorang yang bernama Nugi terbunuh dan seorang lagi bernama Tama terluka di bagian perutnya. Sedangkan Alit, sasaran yang masih bebas, mendapati teror di rumahnya. Seseorang memecahkan kaca jendela rumahnya, mengirimi surat peringatan yang dilampiri peluru, hingga paket berisi daging busuk.

Hal ini kemudian mendesaknya untuk melakukan perjalanan ke Sumatra. Dia ingin mencari bantuan pada teman-teman kakeknya yang juga pegiat lingkungan. Demi Ciharus yang harus tetap lestari, Alit meninggalkan rumahnya dan pacarnya di Bandung menuju ke Sumatra.

Di Sumatra, Alit melihat hal yang tidak jauh berbeda. Pak Murat, teman dari Kakek Alit, sedang menjadi buronan polisi karena dituduh mendalangi pembakaran hutan. Padahal itu hanyalah fitnah dari sebuah perusahaan perkebunan. Akhirnya, Alit membantu murid-murid Pak Murat untuk mendapatkan bukti yang menegaskan ketidak bersalahan Pak Murat. Selain itu, Pak Siam, teman Kakek Alit yang berada di Jambi pun menjadi target sasaran untuk ‘dibungkam’.

Novel terbitan Buku Mojok yang terbaru ini mengisahkan tentang perjuangan seorang aktivis lingkungan. Kuliah yang terlantar, ditinggalkan oleh pacar, sampai nyawa yang terancam. Ini memang kisah fiksi, namun sepertinya berangkat dari kisah nyata.

Ada yang pernah mendengar tentang gerakan Save Ciharus?

Gerakan Save Ciharus secara masif dikampanyekan sejak 2015 lalu. Mereka mensosialisasi orang-orang yang berwisata dan berolahraga motor trail di kawasan cagar alam Kamojang dan melakukan upaya restorasi dengan memasang sekat sedimen di jalur trail untuk memulihkan sedimentasi tanah yang terjadi penggerusan jalur. Selain itu, mereka juga melakukan aksi bersih sampah.

Sayangnya, upaya mengkampanyekan kelestarian cagar alam yang digagas oleh Gerakan Save Ciharus ini justru ‘diledek’ oleh pemerintah dengan menurunkan status Cagar Alam Kamojang menjadi taman wisata alam dengan SK 25/KLHK/Setjen/ PLA/1/ 2018. Cerita selengkapnya bisa dibaca di sini, yah…

Dalam kisah ‘Kekal’ ini, Alit berupaya menemui orang-orang yang bisa mendukungnya untuk mendesak pemerintah mencabut SK 25 dan mengembalikan status Kamojang dan Papandayan menjadi Cagar Alam. Sayangnya, orang-orang yang ingin dimintai pertolongan pun mengalami permasalahan yang sama. Mereka dikriminalisasi dan menjadi sasaran target pembunuhan berencana.

Pesan yang ingin disampaikan penulis dalam buku ini jelas penting. Penulis ingin SK 25 dicabut dan kawasan Kamojang tetap menjadi cagar alam yang tidak disentuh oleh manusia. Kesan betapa beratnya menjadi pegiat lingkungan pun sampai padaku. Yang kurang bisa aku nikmati adalah jalan ceritanya.

Motivasi Alit untuk menyelamatkan Ciharus seharusnya bisa lebih digali lagi. Kakeknya yang ingin ada keturunannya menjadi pegiat lingkungan menurutku kurang kuat untuk menjadi alasan Alit membahayakan nyawanya demi menyelamatkan Ciharus. Perjalanan Alit yang terlalu banyak kebetulannya menjadi hal yang aku sayangkan. Jadi kurang greget aja.

Dari unggahan instagram penulisnya, aku mengkonfirmasi bahwa ini cerita dalam novel Kekal ini berangkat dari kisah nyata. Kisah tentang Gerakan Save Ciharus (bahkan, nama satu tokoh dalam novel ini sama dengan nama tokoh di Gerakan Save Ciharus), kisah tentang menghidupkan gerakan Sadar Kawasan, dan kisah perjalanan penulis bersana Nusa Layaran menyusuri tanah Sumatra. Menurutku, mungkin bisa lebih greget kalau kisah-kisah ini dibuat catatan perjalanan daripada dibuat fiksi.

Tapi aku yakin, penulis memiliki alasannya mengapa kisah ini dibuat fiksi.

Untuk teman-teman pegiat lingkungan, kalian tidak jangan patah semangat dalam berjuang. Memang banyak orang yang tidak peduli bahkan orang jahat. Tapi, orang baik juga banyak, kok. Kalian tidak sendirian. Di daerah lain, orang-orang juga sedang berjuang menyelamatkan lingkungannya. Seperti dalam novel ini, semuanya harus bekerja sama untuk mencapai satu tujuan: bumi yang lestari.

Selamat hari bumi!


Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di kompasiana.com tanggal 22 April 2019

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s