Ruang Tengah

Journaling untuk Kesehatan Mental dan Versi Diri yang Lebih Baik

Kemarin, akhirnya aku sampai di episode terakhir The Legend of The Blue Sea, sebuah drama Korea yang dibintangi oleh aktor tampan Lee Min Ho. Ada yang tahu tentang cerita ini?

Secara garis besar, ini adalah cerita cinta antara seorang pemuda dan putri duyung. Kisah cinta mereka bertahan lintas jaman sampai mereka meninggal dan bereinkarnasi.

Cerita di episode terakhirnya (maaf ya spoiler. Tapi ini penting untuk dibahas), Shim Cheong (Sang Putri Duyung) harus kembali ke laut untuk memulihkan kondisi tubuhnya.

Dia kemudian menghapus ingatan semua orang tentang dirinya termasuk Heo Joon Jae (Sang Pemuda).

Namun Joon Jae yang rajin menulis catatan harian bisa kembali mengingat Shim Cheong sehingga ketika Shim Cheong sudah sembuh dan kembali ke daratan, Joon Jae bisa mengenalinya.

Nah, sekarang aku mau membahas tentang catatan harian ini. Beberapa hari lalu, dalam peringatan hari kesehatan mental sedunia, seseorang di group journaling yang aku ikuti membagikan sebuah artikel.

Artikel tersebut membahas tentang kegiatan journaling sebagai aktivitas untuk mengurangi stres.

Katanya, proses journaling yang berfokus pada proses emosi dan rasa bersyukur dapat menghilangkan rasa stres karena pada saat itu kita akan menulis secara terperinci tentang perasaan dan pemikiran kita. Apalagi kalau dilakukan secara konsisten.

Aku ngerasain sendiri, sih. Sejak awal tahun, aku aktif melakukan journaling. Yang paling terasa adalah aku, yang hobi mengeluh, sempat merasa bosan untuk mengeluh.

Waktu itu, selama 2 bulan penuh aku menulis ‘journal sambat’. Setiap hari aku menuliskan apa yang membuatku mengeluh tentang hari itu.

Awalnya banyak banget. Bisa sampai berlembar-lembar. Tapi lama-lama semakin sedikit sampai aku tidak mau menuliskan keluhanku lagi.

Ketika aku membaca tulisanku lagi, aku berfikir, “kenapa sih, aku selalu mengeluh? Ya ampun, hal kayak gini aja bikin aku mengeluh?”

Kemudian aku sampai di satu titik dimana aku berkata, “ya Tuhan, aku kok capek banget ya mengeluh?”.

Kemudian aku mencoba untuk menjalani hidup dengan mengikuti arus kehidupan. Dan emang lebih ringan, sih. Aku jadi enggan untuk mengeluh dan mencari-cari hal yang bisa aku syukuri.

(Ilustrasi)

Journal ini juga yang mendorongku untuk bisa menulis setiap hari meskipun ada hal menyibukkan lain yang harus aku kerjakan. Journal ini mengumpulkan ide-ide yang ada di dalam kepalaku.

Sehingga, sewaktu-waktu, aku bisa merancang ide itu menjadi sebuah langkah yang bisa diwujudkan. Bukan menghilang seperti butiran debu yang tertiup angin.

Journaling menemaniku menjadi manusia yang lebih produktif dari diriku sebelumnya. Dan aku bangga dengan diriku tentang hal itu. Pencapaian tertinggi seorang manusia bukankah menjadi versi yang lebih baik dari dirinya sendiri?

Buatku, manusia harus bisa memotivasi diri sendiri dan tidak perlu melihat-lihat pencapaian orang lain.

Bagaimana cara memulai menulis journal? Siapkan saja buku dan pena dan mulai menulis.


Tulisan ini pertama kali dimuat di Kompasiana, 25 Oktober 2019

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s