Perpus

Menyakitkan tapi Tak Seburuk yang Kupikirkan: Curhat Kondisi Lee You-Jeong di Korea

Selesai aku membaca buku Menyakitkan tapi Tak Seburuk yang Kupikirkan, aku berasa pingin memeluk penulisnya dan berkata, “you are doing great!”

Alhamdulillah, sampai saat ini aku merasa sangat sehat. Ya kadang-kadang sakit punggung atau sesekali kena migren ya wajarlah ya. Dunia kan berputar dan tidak selalu menyenangkan. Tapi aku benar-benar bisa merasakan tekanan mental yang dialami oleh Lee You-Jeong yang sedang sakit dalam buku ini.

Aku merasa diriku agak sensitif. Banyak perkataan orang yang membuatku berfikir, “ih, kok dia gini sih?”. Padahal menurut orang lain biasa saja.

Aku inget banget beberapa hari sebelum pernikahanku, ada seorang teman yang mem-posting tulisan: “perempuan yang sempurna adalah yang bisa melahirkan anaknya sendiri.” Aku merasa orang ini kok jahat banget sih posting begituan. Di sekitar kita banyak lho, orang yang mendamba punya anak tapi belum juga dikasih. Aku menangkap orang di sekitarku tidak merasa ada yang salah dengan kata-kata itu karena menurut mereka, “ya kan emang kayak gitu.”

Banyak hal yang penulis ungkapkan tentang pengklasifikasian pria dan wanita serta keharusan untuk menghormati orang yang lebih tua apapun yang terjadi. Aku juga merasa masyarakat di sekitarku juga seperti itu. Terutama tentang pembicaraan yang menekan perempuan seperti “sebagai seorang wanita” atau “kamu anak gadis” atau “hanya karyawan perempuan”.

Membaca tulisan Lee You-Jeong ini seperti dia sedang curhat kondisinya di Korea sana dan aku selalu pingin nimpali dengan kalimat, “ih, iya di sini jugaaa…”. Kenapa ya masyarakat di Korea sama di Indonesia gini banget? Bahkan komentar-komentar orang-orang yang menurut penulis melukai perasaan itu juga sering dilontarkan sama orang-orang sini.

Kutipan yang paling berkesan buat aku adalah:
“Sebelum mengkritik masyarakat dan orang tertentu, kita harus introspeksi diri sendiri. Aku bisa saja pernah mengucapkan perkataan yang dapat mematahkan semangat orang lain.”

Aku emang nggak suka dengan masyarakat yang suka mencampuri dan menghakimi orang lain. Tapi aku pernah melakukan hal yang serupa nggak ya? Jangan-jangan aku juga sama aja? Ini juga jadi pengingat buat aku untuk lebih fokus pada hidupku sendiri dan nggak perlu mengomentari orang lain karena aku nggak suka dikomentari jahat.

Yang menarik lainnya dari buku ini adalah bagaimana penulis membagikan pengalamannya sejak didiagnosa terkena fibroid hingga akhirnya dia memutuskan untuk menjalani operasi. Bagaimana dia sebagai orang awam mencari tahu tentang penyakit yang dialami mulai, bertemu dengan dokter yang tepat (dalam proses pencariannya), dan bagaimana hidupnya berubah (dalam artian menjadi lebih baik) karena fibroid ini.

Tambahan: ilustrasi buku ini lucu banget!

Bekasi, 4 Maret 2021
Meita Eryanti

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s