Sejujurnya buku ini membuka pikiranku banget tentang kehilangan. Di saat aku masih memikirkan bahwa kehilangan hanya melibatkan sesuatu milik kita atau orang-orang terdekat kita, buku ini mengajak untuk memikirkan tentang binatang yang punah, pulau tenggelam, sampai agama yang lenyap.
Aku ingat sekitar tahun 2017, aku mendengar silang pendapat antara tokoh sejarah Bekasi dengan pihak berwenang tentang pembangunan Stasiun Tambun. Dengan status cagar budaya, tokoh sejarah dan budaya di Bekasi berharap stasiun ini bisa dipertahankan bentuk aslinya. Di sisi lain, dengan bertambah sibuknya stasiun karena jumlah penumpang yang banyak, pihak berwenang ingin menyesuaikan bentuk stasiunnya supaya nyaman bagi penumpang.
Sebagai penumpang kereta aku tidak peduli dengan status cagar budaya. Ya waktu memang sudah berlalu dan bentuk stasiun yang dibangun pada tahun 1898 itu sudah tidak relevan dengan kesibukan stasiun hari ini. Mungkin dilemanya sama dengan ketika parlemen Jerman memutuskan untuk merobohkan Istana Republik tapi diprotes oleh masyarakat.
Secara keseluruhan, An Inventory of Losses bercerita tentang 12 hal yang sudah tidak ada di dunia ini. Ditulis dalam bentuk essay berdasarkan sejarah yang diberi sentuhan imajinasi. Bentuk tulisan yang mengingatkanku pada tulisan Muhidin M. Dahlan yang sering kubaca di situs mojok.co. Menyenangkan membaca hal-hal yang tidak tergapai dengan bentuk cerita seperti ini.
Sebagai orang yang tidak familiar dengan tempat atau hal-hal yang diceritakan oleh penulis dalam tulisannya, aku sangat terbantu dengan beberapa kalimat pengantar di awal tulisan. Tanpa kalimat pengantar tersebut, aku yakin tersesat dalam membaca tulisan-tulisan dalam buku ini. Yang lebih menyenangkan lagi, terjemahan sangat nyaman untuk dibaca. Walaupun paragraf dan kalimatnya panjang tapi mudah bagiku untuk memahami apa yang diceritakan oleh penulisnya.
Salah satu cerita yang menarik menurutku adalah cerita tentang Ensiklopedia di Hutan. Penulis menceritakannya seolah-olah dia adalah Armand Schulthess, pemilik kebun kastanya yang diubah menjadi ensiklopedia di hutan yang sedang melakukan siaran di radio.
Buku ini sangat cocok untuk dibaca oleh orang awam yang suka dengan hal-hal berbau sejarah. Tapi gaya tulisan dalam buku ini menurutku bisa menjaring kelompok pembaca yang lebih luas. Bahkan yang bukan penggemar sejarah bisa menikmatinya dan mendapatkan sesuatu dari masa lalu yang coba dihadirkan oleh Judith Schalansky.

Penulis: Judith Schalansky
Penerjemah: Hendarto Setiadi
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Jumlah halaman: xxxii + 282 hlm
Dimensi: 13,5 x 18,5 cm
ISBN: 978-602-433-990-1
Cetakan pertama, November 2020