Dalam menjalani tugas mengirim paket ada banyak hal yang perlu saya perhatikan. Yang paling sering adalah paket yang tertempel stiker fragile. Artinya paket itu rentan; mudah rusak, mudah patah, dan mudah mengeluarkan cuan pengganti–kalau paketnya rusak.
Kita semua pasti tahu, stiker fragile pada paket ditempel untuk kategori barang pecah belah. Misalnya mug, kaca, elektronik, handphone, cairan, dan sebangsanya. Tapi selama saya bekerja menjadi kurir, saya banyak menemukan stiker fragile tertempel hampir di semua jenis paket. Meskipun paket itu bukan kategori pecah belah. Misalnya pakaian.
Stiker fragile yang ditempel oleh pihak jasa ekspedisi tentu ada aturan yang diterapkan agar stiker itu berfungsi sebagaimana mestinya. Petugas ekspedisi akan berpikir dua, tiga, empat kali kalau kamu meminta paket yang kamu kirim ditempel stiker fragile tapi isinya berupa bantal sofa. Pastinya dong, nggak semua ekspedisi mau menempel sembarangan stiker itu.
Stiker fragile yang tadinya berfungsi untuk menunjukan jenis barang pecah belah atau bukan, kini beralih fungsi menjadi pengingat bagi para kurir untuk handle with care. Apapun isinya–saya sebagai kurir–wajib menangani dengan penuh kepedulian. Agar paket yang saya bawa bisa sampai ke penerima dengan aman.
Nah, yang saya temukan ini bukan stiker fragile yang didapat dari ekspedisi, melainkan stiker fragile yang ditempel atau dibuat sendiri oleh pengirim paket. Alih-alih menggerutu karena sudah bergeser fungsinya, saya jadi terhibur bahkan sampai ketakutan karena bentuk, gambar, dan kalimat yang ditulisnya. Berikut 3 stiker fragile yang mengesankan buat saya.
#1 Kalimat yang unik

Rasanya agak basi kalau stiker fragile cuma bertuliskan; Pecah Belah; Jangan Dibanting; Jangan Diinjak; dan Handle With Care. Pakemnya memang kayak gitu, tapi udah nggak menarik lagi untuk dilirik di tengah jaman saat ini. Yaaa, jaman di saat orang-orang–bahkan perusahaan–berlomba-lomba bikin konten semenarik dan sekreatif mungkin.
Gaya menyusun kata untuk membentuk sebuah kalimat yang berbeda dari stiker fragile pada umumnya dipilih sebagai salah satu cara agar punya daya tarik. Sehingga siapapun yang melihat akan membaca pesannya. Misal:
Aku bukan celengan untuk dibanting. Tapi kalau pecah bisa keluar uang.
Membaca kata “pecah” dan “uang” udah cukup menerangkan sebab dan akibat. Saya jadi berpikir dua kali untuk melempar paket ini. Apapun isinya kalau ujungnya keluar uang karena paket rusak, mending saya bersabar aja buat menunggu penerima paketnya keluar rumah.

Jangan dibanting, jangan dilempar, jangan ditindih, jangan diinjak, jangan ditinggalkan, jangan dilupakan, jangan disakiti.
Oke siap, Kaka! Kalau udah banyak jangan-jangannya begini, mah, saya bakal inget deh apa yang harus saya lakukan.
“Abang kurir yang ganteng, tau kan ini gambar apa? Tau kan, tau dong, masa enggak!”
Membaca kalimat itu di satu sisi saya ke-ge-er-an karena dibilang ganteng. Di sisi lain rasanya saya akan menjadi bodoh banget kalau nggak paham arti dari gambar gelas pecah sekaligus kakinya patah. Ya, baiklah biar tetep ganteng dan smart mari kita handle with care.
#2 Foto artis

Berbeda dengan kalimat-kalimat di atas, stiker fragile yang bergambar foto para artis biasanya bertuliskan pesan yang lebih simple. Misalnya; “Jangan dibanting, ya…”; “Jagain paketnya, ya…”; atau “Jagain aku, ya…”.
Yang menjadi daya tarik sehingga sukses menyita perhatian saya, yaitu, foto para artis yang disematkan. Seringnya foto idol K-Pop versi meme. Ya, namanya juga meme sudah pasti ada sisi hiburannya.
Selain artis K-Pop, foto Isyana versi meme, foto close up wajah Anya Geraldine, sampai Raisa juga sering dicetak menjadi stiker fragile. Seolah pesan yang disampaikan langsung terucap dari artis tersebut.
#3 Foto Suzanna

Kalau kamu anak kelahiran 90-an pasti nggak asing lagi melihat sosok mata melotot dengan nada bicara yang khas mengucapkan kalimat “Bang, sate 200 tusuk makan di sini”.
Ya, tul! Suzanna.
Kita semua pasti nggak heran lagi betapa seramnya film yang beliau perankan pada masanya. Sampai detik ini–selain pocong Mumun–Sundel Bolong adalah sosok yang masih terekam jelas dalam ingatan saya.
Saat saya masih kecil, sosok Suzanna selalu menjadi senjata pamungkas orang dewasa untuk menakut-nakuti. Misalnya, ketika adzan maghrib berkumandang dan saya tetap ngotot mau main di luar rumah, emak saya dan emak-emak lainnya pasti akan bilang, “Awasss… Ada Suzanna!”.
Kalimat itu sukses membuat saya dan teman-teman ketakutan kemudian masuk ke pulang masing-masing. Betapa sialnya, saat saya sudah dewasa, saat saya sudah bekerja, saya masih sering melihat foto sosok Suzanna yang memerankan Sundel Bolong kini beralih media ke stiker fragile.
Bedebah betul si pengirim paket yang menempel foto beliau. Bisa-bisanya dia nggak takut pas lagi nge-packing paket tiba-tiba mendengar suara: “Bang Bokir…”.
Foto Suzanna yang dicetak sebagai stiker fragile dengan kalimat “Hati-hati, aku di belakang mu…” buat saya lebih horror daripada stiker fragile dengan kalimat “Barang pecah belah”.
Hal itu praktis menimbulkan rasa hati-hati untuk nggak melempar paket secara serampangan. Apalagi kalau mengirim paketnya malam-malam. Nggak akan berani saya coba-coba. Saya nggak akan mau menanggung akibatnya, amit-amit, kalau tetiba ada yang bonceng di jok belakang motor saya dan terdengar suara “Bang Kurir…”.