Leseclub, sebuah klub buku yang diselenggarakan oleh Goethe Institute Bandung, pada tanggal 19 November 2022 membahas sebuah buku cerita anak berjudul “Malaikat Pelindungku yang Menakjubkan”.
Buku ini bercerita tentang seorang anak berusia 7 tahun yang mamanya divonis mengidap penyakit kanker payudara. Buku ini ditulis oleh seorang pakar psikologi dan ahli psikologi-onkologi di sebuah klinik di Munich, Jerman.
Cerita dalam buku ini cukup kompleks walaupun tidak sepanjang “Momo” karya Michael Ende. Cerita ini dibuka dengan suatu kondisi yang lain dari biasanya di rumah Nelly, tokoh utama kita. Nelly merasa orangtuanya menyembunyikan sesuatu yang membuat mereka bersedih. Lalu Nelly diberitahu bahwa Mama menderita kanker.
Mamanya menjelaskan bahwa penyakit ini tidak terlihat secara fisik tetapi ini adalah penyakit yang berat. Mama harus menjalani operasi dan perawatan kemoterapi selama 6 bulan yang akan membuat Mama merasa lemas dan rambutnya akan rontok. Dan melalui pandangannya, Nelly mencoba memahami apa yang menjadi kesedihan mamanya tanpa tahu penyakit seperti apa kanker itu.
Lalu kita akan melihat bagaimana anak-anak berbagi informasi dengan sebayanya. Melalui Ada dan teman-teman sekelasnya, Nelly mendapat informasi kalau penyakit kanker itu mematikan. Nelly kemudian bertanya pada orangtuanya, apakah Mamanya akan meninggal karena penyakit kanker yang dideritanya?
Dan jawaban dari Papa Nelly menurutku bagus banget, sih… Dia mengumpamakan kanker seperti bubur manis yang dimasak oleh panci ajaib. Ketika dalam jumlah yang tepat, bubur manis bisa mencukupi kebutuhan makan semua orang. Tapi saat panci ajaib memasak bubur terlalu banyak, perlu kata ajaib untuk menghentikannya dan bubur itu akan mengotori seluruh rumah.
Kanker juga demikian. Sebenarnya kanker adalah jaringan yang ada dalam tubuh kita hanya saja kanker tidak dapat berhenti tumbuh dan selalu bertambah yang menyebabkan organ tubuh tidak berfungsi. Dokter tahu berbagai kata ajaib untuk menghentikan kanker. Seringkali, kata ajaibnya dapat menghentikan kanker untuk tumbuh dan membantu tubuh membersihkan diri. Kadang kata ajaibnya tidak dapat menolong.
Seperti yang dikatakan Mama pada Nelly, pengobatan kanker ini berlangsung lama. Ini tentu melelahkan bagi pasien dan tentu saja keluarganya juga akan terkena imbasnya termasuk Nelly. Dalam buku ini kita akan melihat bahwa Nelly dan mamanya sempat saling memendam kesal karena tidak saling mengerti. Tapi dibantu oleh Papanya, Nelly kemudian belajar untuk memahami mama kalau mama sedang sensitif terutama ketika mama selesai menjalani kemoterapi.
Bagian yang menariknya ada di bagian penutup yang ditulis oleh Prof. Hermann Faller, seorang ahli psikologi dan psikoterapi di Jerman. Kurasa ini merupakan catatan untuk orangtua sih. Bagaimana bila dalam satu keluarga ada yang menderita sakit kanker, terutama ibunya?
Karena tinggal dalam satu rumah, tentu anak-anak perlu tahu dan perlu mendukung juga. Tapi supaya bisa mendukung, anak-anak perlu mendapat informasi yang tepat tentang penyakit ini dengan cara yang sesuai dengan usianya.
Seperti papa Nelly yang mengumpamakan kanker seperti bubur manis yang dimasak oleh panci ajaib. Dengan informasi dan pengertian yang cukup, termasuk pengertian tentang perasaan yang dirasakan oleh orangtuanya, anak-anak bisa punya inisiatif untuk menolong dan memberi dukungan.
Aku tidak tahu dalam bahasa aslinya buku ini apakah juga ada keterangan sebuah cerita untuk Ibu dan Anak atau tidak. Tapi, bukankah setiap orangtua memang perlu mendampingi anaknya saat membaca buku?
Tapi untuk bisa menjelaskan sebaik Papa Nelly, aku rasa anak-anak juga perlu pengetahuan awal. Sepertinya, Nelly memang terbiasa mendengar atau membaca cerita dongeng. Di Leseclub bulan sebelumnya, Bu Dian Ekawati, seorang pengajar Sastra Jerman dari Unpad, mengatakan bahwa di Jerman anak-anak sudah dibacakan nyaring sejak mereka berada di jenjang Kelompok Bermain. Bukan sekadar orangtua atau gurunya membacakan cerita, tetapi secara aktif anak-anak diajak untuk berdialog untuk lebih memahami isi dari cerita yang dibacakan.
Dengan bekal tersebut, menurutku wajar bila buku “Malaikat Pelindungku yang Menakjubkan” ini bisa bercerita banyak hal walaupun cerita ini ditargetkan untuk pembaca anak-anak. Menurutku cerita ini ditargetkan untuk anak berusia 6 – 8 tahun (ini bisa saja anak kelas 1 sampai 3 SD di Indonesia).
Menemukan Cerita yang Sama
Cerita serupa yang aku baca dari penulis Indonesia adalah cerita berjudul “Pohon Harapan” dari Clara Ng. Buku ini bercerita tentang seorang anak yang adiknya terkena kanker. Cerita dibuka dengan tokoh utama yang melihat mamanya menangis ketika pulang dari rumah sakit.
Malam itu, orangtua tokoh utama mengantarkan adik tokoh utama berobat. Paginya, mama menjelaskan pada tokoh utama bahwa adik terkena kanker. Mama juga menjelaskan apa kanker itu dan perawatan seperti apa yang harus dijalani adik beserta efek sampingnya. Salah satunya adalah rambut yang rontok.
Tokoh utama kadang merasa kesepian karena terkadang mamanya terlalu sibuk mengurus adik. Tapi kemudian ada nenek yang menemani tokoh utama. Dan beruntungnya, neneknya adalah tipe nenek baik hati yang mau mendengarkan tokoh utama bercerita tentang perasaannya.
Lalu sampailah di suatu hari ketika rambut adik rontok seluruhnya bahkan alisnya ikut rontok. Dan tampaknya tokoh utama jauh lebih bersedih karena kejadian ini. Papanya lalu memberikan sebuah pohon jeruk yang disebut dengan pohon harapan. Papanya meminta tokoh utama untuk menuliskan perasaan dan harapannya lalu digantung di pohon itu.

Cerita “Pohon Harapan” ini lebih sederhana dari “Malaikat Pelindungku yang Menakjubkan” karena tidak melibatkan informasi dari teman-teman sebaya si tokoh utama seperti Nelly yang mendapat informasi kalau mamanya bisa meninggal karena kanker.
Sehingga dalam cerita ini, Mama tidak perlu mengatakan bahwa ada kemungkinan pengobatan yang dilakukan adik gagal. Juga, tidak ada cerita tentang perilaku tokoh utama yang sebenarnya mau bersikap baik tapi malah disalah pahami oleh orang dewasa di sekitarnya. Seperti Nelly yang sempat memendam kesal dengan mamanya.
Menurutku, cerita “Pohon Harapan” karya Clara Ng tetap memberi gambaran ke anak-anak tentang penyakit kanker dan bagaimana anak bisa berempati dan membantu orangtuanya saat ada anggota keluarga yang terkena penyakit kanker. ini agak berbeda dengan 2 buku cerita anak lain yang aku baca, yang ditulis oleh penulis dari Indonesia, tentang tokoh utama merespon kerabatnya yang menderita penyakit kanker.
Aku tahu sih, di kedua cerita anak ini, kanker bukan topik utama yang ingin dibicarakan oleh penulis. Yang satu sebuah dengan topik utama yang dibicarakan oleh penulis adalah tentang rasa bersyukur dengan apa yang melekat dalam tubuh kita. Dalam cerita ini, pesan moralnya kita harus bersyukur meskipun punya rambut keriting.
Ada teman yang terancam mengalami kebotakan karena mendapat kemoterapi. Dan yang membuat cerita ini sangat sederhana adalah teman yang mengalami kebotakan karena kemoterapi sangat positif. Tidak diceritakan bagaimana teman ini bisa sepositif itu padahal Salwa yang sehat saja mengeluhkan rambutnya.
Cerita yang satu lagi topik utama ceritanya adalah tentang setia kawan. Cerita ini berkisah tentang seorang anak bernama Nina yang tidak pernah jajan karena dia ingin mengumpulkan uang untuk adiknya yang menderita kanker tetapi ingin sekali menonton sirkus. Nina sampai diolok-olok Si Pelit oleh beberapa temannya sebelum dia bercerita alasannya. Akhirnya teman-temannya ikut memberikan uang jajan mereka untuk Nina supaya bisa membelikan adiknya tiket sirkus.
Cerita ini menurutku terlalu disederhanakan. Tidak diceritakan bagaimana reaksi teman-teman Nina yang suka mengolok-olok Nina saat tahu bahwa Nina tidak jajan karena sedang mengumpulkan uang untuk adiknya yang sakit. Apakah mereka peduli? Apakah mereka kemudian meminta maaf pada Nina karena sudah berbuat jahat?
Membaca dua buku cerita yang terakhir seperti lebih butuh pendampingan orangtua walaupun bukunya lebih kecil dan lebih tipis.

Malaikat Pelindungku yang Menakjubkan
(Indonesian Edition)
Penulis: Kerstin Hermelink
Alih Bahasa: Lilawati Kurnia
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia
Tahun Terbit: Edisi Pertama, Januari 2008
Jumlah Halaman: 55 Hlm