Ada seekor kucing ras menginap di rumah kami udah seminggu ini. Kucing itu tidur di teras rumah. Namanya Miki. Saya pernah berbincang dengan seorang tetangga yang rumahnya dijadikan basecamp oleh para kucing-kucing dan saya melihat Miki di sana. Kami memanggil pemilik rumah itu dengan panggilan Ibu Miki.
Ibu Miki pernah bilang ke saya dan istri, “Mas, Mbak, kalau tertarik sama Miki, kalau mau adopsi boleh, kok”.
Dengan perasaan terkejut, saya menjawab, “Loh, bukannya Miki milik Ibu, ya?
“Oh, enggak, Mas, Mbak. Miki nggak ada yang punya. Dia dibuang. Saya nemuin Miki di jalan raya yang mau masuk ke perumahan ini. Kondisinya nggak terurus.”
Jujur saya langsung speechless. Kok, ada ya, orang yang tega membuang seekor kucing ras yang udah jelas-jelas hidupnya harus dalam perawatan manusia. Saya nyaris nggak percaya.
Saya malah berasumsi, bisa jadi Miki keluar dari rumah lalu tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Miki tanpa babu, hanya butiran debu. Bisa jadi juga tanpa sepengetahuan kita semua, Miki dinyatakan sebagai kucing hilang oleh pemiliknya yang kabarnya tersiar di sosmed tapi nggak sampai di beranda sosmed kita.
Tentang keyakinan kalau Miki ditelantarkan oleh pemiliknya, seiring bergantinya hari saya lupakan begitu aja. Yang pasti Ibu Miki udah menyelamatkan dia dari kerasnya hidup di jalanan dan dari panasnya matahari yang hawanya bisa bikin manusia ingin bertobat.
Setelah udah nggak hidup di jalanan, Miki jadi kucing yang hobinya rebahan di bawah pohon dan bersilaturahmi ke tetangga dari rumah ke rumah saban hari. Termasuk rumah kami. Selayaknya tamu, kami selalu menyuguhkan Miki dry food dan air mineral dalam wadah yang bersih.

Makannya daging…
Kalau mengaung,
yang lain langsung mundur.
Miki, Miki, Miki…
Itu namanya.
Kemarin, saat saya sedang menjalankan pekerjaan sebagai kurir paket, saya masuk ke sebuah pemukiman padat penduduk yang lingkungannya adalah rumah-rumah kontrakan petak atau kos-kosan satu kamar. Gang-gang sempit merupakan akses yang harus saya lewati dengan kondisi motor yang tersusun paket-paket.
Saya melihat ada beberapa rumah yang memelihara kucing ras di sana. Sayangnya kucing ras itu terlihat kumal, flu, dan kondisi kandangnya–mohon maaf– tercium aroma nggak sedap. Saya kira kebersihan kandang kurang diperhatikan oleh pemiliknya.
Setelah menyaksikan itu semua, sambil berjalan melanjutkan pekerjaan, saya jadi teringat lagi asal usul Miki yang kini bisa berada di rumah Ibunya. Masuk akal juga, sih, kalau ada kucing ras yang ditelantarkan. Nyatanya masih ada orang yang belum sadar akan pentingnya perawatan dan kesehatan peliharaannya. Lalu saat8 udah merasa lelah dan sadar betapa sulitnya memelihara kucing ras, kucing itu dilepas begitu aja.
Memang benar apa kata Kak Devia Anggraini dalam tulisan “Berbagai Kesiapan yang Perlu Diperhatikan Sebelum Memelihara Kucing selain Menyiapkan Makanan” di Terminal Mojok. Kak Devia menekankan bahwa sebelum memelihara kucing kita perlu punya kesiapan finansial dan mental.

Jujur aja saya pernah membayangkan betapa senangnya kalau mengadopsi Miki. Bayangan kucing-kucing lucu di Instagram adalah motivasi yang nggak bisa saya sembunyikan.
Tapi dalam pikiran yang panjang, saya malah bertanya ke diri sendiri: Apakah saya benar-benar siap untuk merawatnya? Memperhatikan kesehatannya? Membersihkan segala kotoran darinya? Menjaga kebersihan rumah? Apakah finansial dan mental saya benar-benar siap?
Untuk menjawab pertanyaan itu semua, saya berdiskusi dengan istri. Jangan sampai keinginan yang berangkat dari bayangan semu itu malah merepotkan istri yang tiap harinya ada di rumah.
Miki adalah seekor kucing laki-laki yang bisa menyemprotkan pee-nya ke tembok-tembok rumah, kalau Miki pee di dalam rumah dan mengenai rak sekaligus koleksi buku-buku milik istri, bisa berabe urusannya. Otomatis si Nyonyah akan naik pitam dan saya adalah target utama panah amarahnya. Bukan panah asmara.
Tapi di sisi lain Miki bukanlah kucing kandang. Jika Miki dimasukan ke dalam kandang, dia bakalan rewel dan terus-terusan mengeong. Kebebasan ruang dan gerak adalah daya tawar yang Miki berikan kepada kami, apabila kami ingin mengadopsinya.
Maka dari itu kami nggak bisa memaksakan kehendak atas ego manusia yang cuma pengen memiliki peliharaan kucing ras lucu tapi nggak mau memberi kenyamanan kepada kucing itu. Saya nggak mau hasilnya menjadi orang yang cuma ingin memiliki tapi nihil kesadaran. Kita perlu sadar memiliki hewan peliharaan nggak cukup dengan memberi makan doang. Tapi kita harus punya kemampuan lebih dari itu.
Salah satunya adalah tempat tinggal yang layak dalam memelihara hewan. Bahkan di beberapa akun Instagram yang memberikan adopsi gratis hewan peliharaan, mereka punya syarat khusus. Yang paling saya ingat adalah mereka meminta foto rumah tempat tinggal kita dari beberapa sisi. Ini artinya mereka nggak mau sembarangan menyerahkan adopsi ke orang.
Jelas dong, kita juga nggak mau, kan, rumah hunian jadi beraroma nggak sedap dan hewan peliharaan kesayangan kita menjadi nggak sehat lantaran abai dalam merawatnya sekaligus merawat lingkungan rumah.
Selain itu kita juga harus menyiapkan perlengkapan awal sebelum kucing pindah ke rumah kita. Di Mima Catshop Jogja yang dikelola oleh Cik Prima, ada price list starterpack perlengkapan memelihara kucing dengan harga total Rp406.500. Meskipun price list itu diperuntukan anak kucing, tapi seenggaknya ada perlengkapan dasar yang bisa dipilih sebagai rekomendasi harga.
Selain perlengkapan–untuk mengadopsi Miki–saya harus menyiapkan dana untuk medical check up. Menurut keterangan dari Ibu Miki, Miki nggak pernah dibawa ke dokter dan saat ini kondisi mata Miki juga sedang sakit. Untuk konsultasi dokter hewan di dekat rumah kami tarifnya Rp70.000 di luar obat. Untuk tindakan medis dan biaya obat yang belum saya ketahui, nantinya saya mesti siap dan rela merogoh tabungan yang ada.
Selain itu, saya harus menyiapkan biaya grooming secara berkala–masih di pet shop yang sama–tarifnya Rp65.000. Bisa aja sih, melakukan grooming mandiri di rumah dan mempersiapkan uang untuk membeli perlengkapannya tapi saya belum berani untuk melakukan itu. Guna menghindari risiko yang berdampak kepada kucing, saya lebih memilih grooming diserahkan kepada tenaga profesional.
Apakah itu semua udah cukup? Tentu saja belum. Saya harus menyiapkan biaya vaksin atau biaya kesehatan untuk Miki. Kalau dipikir-pikir, sih, memang harus benar-benar siap secara finansial. Yang udah-udah, budget bulanan anabul akan selalu lebih besar daripada budget bulanan babunya.
Akhirnya sampai detik ini saya masih berusaha memantaskan diri sekaligus mempersiapkan banyak hal sebagai langkah awal untuk mengadopsi Miki. Untuk saat ini biarkan Miki tinggal bersama Ibunya. Hal itu jauh lebih baik daripada tinggal bersama kami yang belum siap untuk merawatnya, dan untuk saat ini biarkan kami mengambil bagian ngasih snack dry food sama tempat menginap kalau si Miki lagi bete gegara berdebat dengan kucing lain di rumahnya.