Ruang Tengah

Menawarkan Miki untuk Tinggal di Rumah Ini

Saya udah nggak tahu pasti lagi seberapa lama Miki menginap di rumah ini. Mungkin udah satu bulan. Jadi tiap malam Miki selalu tidur di rumah kami. Setiap harinya Miki akan mengeong di depan pintu kamar kami jam 4 pagi untuk meminta dibukain pintu lalu dia akan keluar pulang ke rumahnya.

Karena sudah dipastikan setiap sore dia akan masuk ke rumah kami, jadi kami harus mempersiapkan bak dan pasir gumpal untuk tempat dia pup dan pee. Dan betapa mengejukannya, tanpa kami ajari, Miki udah tahu bahwa bak itu adalah tempat dia menunaikan tugasnya.

Kami juga terkejut dan baru tahu bahwa Miki juga bisa pipis dengan cara sedikit berjongkok. Padahal yang kami tahu Miki suka pipis menyemprot ke tembok teras rumah atau pohon-pohon di pinggir jalan.

Awal-awal Miki menginap, kami selalu berupaya untuk mengamankan buku-buku koleksi milik Nyonyah. Kami selalu menutupinya dengan jajaran kardus-kardus sebagai tameng agar terlindung dari water cannon-nya. Tapi setelah kami melihat sendiri secara live bahwa Miki sudah tahu harus buang hajatnya ke mana, kami udah nggak melakukan hal tersebut.

Saya jadi berpikir, Miki bisa seperti itu karena kebiasaan yang sudah diterapkan oleh pemiliknya. Meskipun Ibu Miki nggak pernah bercerita tentang kebiasaan Miki buang hajat. Tapi ketika kami tahu dengan sendirinya, ya, kami jadi percaya kepada Miki bahwa nggak akan pipis sembarangan di dalam rumah.

Beberapa hari lalu saat kota Bekasi di guyur hujan yang awet, Ibu Miki datang ke rumah kami dan bertanya, “Permisi, Mbak, Mas… Ada Miki nggak? Soalnya hujan deras seharian, terus dia nggak kelihatan.”

“Ada, Bu. Dia lagi tidur di dalem rumah.” Sahut saya

“Oh… Di dalem rumah. Wah, pantesan dia betah. Sebentar ya, saya mau ambil ikan tongkol kesukaannya.”

Saya cuma menganggukan kepala. Ibu Miki bergegas pergi dan selang dua menit sudah ada di depan rumah kami lagi. Saya menerima ikan tongkol yang sudah direbus dan disewir-sewir dalam wadah potongan tutup styrofoam.

“Ikannya langsung ditaro aja di depan hidungnya Miki. Dia pasti bangun, Mas.” Kata Ibu Miki.

Miki berfose ulat bulu jadi terlihat menggemaskan.

Saya langsung masuk ke rumah. Ibu Miki balik kanan ke arah rumahnya. Nyonya menyimak percakapan saya dan Ibu Miki. Sementara Miki, tertidur pulas dengan posisi terlentang layaknya para babu anabul.

Saya langsung mendekatkan ikan tongkol itu ke hidungnya Miki. Parktis, singkat, cepat, dan dengan sekejap Miki langsung loncat berdiri selincah atlet senam lantai. Saya dan Nyonyah tekejut menyaksikan aksi memukaunya. Kemudian kami berdua malah tertawa karena cukup menggelikan tingkah polanya.

Kami menyaksikannya makan dengan lahap. Sangat lahap. Lebih lahap daripada dia makan dryfood atau wetfood kemasan yang kami belikan untuknya. Belakangan kami baru benar-benar tahu, ternyata ikan tongkol adalah makanan favorit dia dibanding jenis ikan yang lain. Awalnya saya pikir, ya, namanya juga kucing pasti suka ikan, lah, ya. Ternyata pikiran saya itu salah. Hahaha~

Barusan sebelum saya masuk ke kamar dan menuliskan cerita ini. Saya bertanya ke Miki kayak gini:

Saya: Miki, kamu mau nggak kalau tinggal di sini aja? Tapi syaratnya nggak boleh main di jalanan. Kalau mau keluar cukup di teras depan aja.

Miki: … (terdiam dengan berfose ulat bulu)

Nyonyah: Terus dia jawab apa?

Miki: … (masih dengan fose ulat bulunya)

Saya: katanya dia, mau miki-mikir dulu.

Nyonyah: Kamu yang harus mikir-mikir. Hahahaaa~

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s