Setiap hari, saya dan Nyonyah ngomong ke Miki kalau kita akan pulang kampung ke Yogya selama 5 hari. Pesan kami ke Miki: Baik-baik aja di rumah, kalau pup/pip ditutup yang rapih, jagain Kucil (kucing kecil); kalau Kucil digalakin kucing lain Miki harus membela. Kalau soal makan Miki nggak usah khawatir, nanti ada Bu Dewi–pemilik Miki, sebelum Miki pindah menetap ke rumah kami.
Saya dan Nyonyah percaya Miki bisa mengerti apa yang kami omong. Meskipun pada kenyataannya kami nggak pernah bisa mengerti saat Miki mengeong. Sungguh kami ini hooman yang egois. Pengen dimengerti tapi nggak bisa mengerti.
Selama awal Ramadan Miki masih bersikap baik. Mau dielus, mau disentuh, mau diajak main bola kecil, mau menempelkan badanya ke kami, mengikuti langkah kaki kami, dan Miki masih suka main sendiri di saat Kami sedang bekerja di rumah.
Tapi mulai dari hari Minggu tgl 14 April, Sikap Miki nampak emosi. Dia mengeong-ngeong sendiri. Di saat saya menghampirinya dan ingin menyentuh kepalanya, Miki langsung mencakar dan mendesis ular ke saya. Mode bertahannya langsung turn on. Bagusnya, Miki nggak sampai kehilangan selera makan. Miki tetap mau makan. Setelah makan lanjut ngambek lagi.
Tentu ada sebab tapi kami nggak tahu pasti. Kami punya tiga spekulasi:
Pertama. Miki tahu harinya sudah dekat untuk ditinggal mudik. Padahal dia sudah berusaha keras menjadi kucing yang bersikap baik; mau diajak main, mau bangunin sahur, mau nemenin Nyonyah kerja, mau menghampiri setiap kami memanggil namanya. Atas usahanya itu tapi nggak membuahkan hasil, jadi nampaknya dia kecewa lalu ngambek. Mungkin harapannya bisa ikutan mudik juga.
Kedua. Hari Minggu di tgl 14 April. Saya pergi membawa pet cargo yang diikat di atas jok motor. Hari itu saya ada keperluan untuk menjemput Gery (kucing di rumah emak) yang akan disteril. Saat saya hendak pergi, Miki menhampiri lalu saya mengelusnya, dan berangkat.
Sepulang menjemput sekaligus mengantar Gery ke dokter hewan, saya melepas pet cargo. Miki menghampiri pet cargo. Dia mengendus-endusnya. Pemandangan yang nampak biasa saja bagi kami. Lalu Nyonyah teringat kalau sudah jadwalnya Kucil diberi obat cacing.
Sayangnya, kami nggak sampai tega untuk mencekoki Kucil sehingga saya butuh bantuan tenaga pet shop. Langsung aja, saya memasukan Kucil ke dalam Pet Cargo yang masih diendus-endus oleh Miki. Saya dan nyonyah berangkat.
Sepulang itu, saya nggak menyapa Miki. Miki diam dan tiduran di teras seperti biasanya. Tapi tiba-tiba Nyonyah melihat langsung Miki yang mengeong-ngeong emosi sendiri. Tanpa menyerang Kucil. Miki nampak gusar dengan berjalan mondar-mandir di teras, lalu Miki masuk ke pet cargo masih dengan ocehannya.
Ya, sampai di titik ini, saya mengira Miki juga mau diajak jalan-jalan kayak si Kucil.
Ketiga. Dengan sikap Miki seperti itu berhari-hari, saya jadi over thingking. Saya merasa bersalah karena banyak usil ke dia. Kadang Miki sampai marah karena keusilan saya tapi nggak pernah selarut ini. Biasanya cuma hitungan detik. Layaknya hooman, saya rasa Miki juga punya tingkat kesabaran. Kini tiba bom waktunya Miki meledak.
Setiap hari saya meminta maaf ke Miki atas segala kesalahan yang telah saya perbuat. Hingga tiba H-1 keberangkatan mudik kami, Miki masih ngambek. Kami sudah hopeless akan berubahnya sikap Miki. Ya, mau gimana lagi? Biarin aja.

Tiba-tiba pas hari H, saat kami sedang sahur. Miki mengeong minta masuk ke dalam rumah. Tanpa banyak tingkah, dia menghampiri Nyonyah dan menempelkan badanya ke Nyonyah. Kami berdua terkejut. Hah, kok tiba-tiba dia jadi baik lagi?!
Dengan perasaan ragu tangan saya coba menyentuh kepala Miki sambil bilang, “Kenapa, Ki? Mau snack?”. Saya berhasil mengelusnya. Miki nampak tenang. Saya lanjut mengelus. Miki memejamkan mata. Saya merasa lega, agaknya Miki udah nggak ngambek lagi.
Pagi harinya saat saya dan Nyonyah sedang packing. Miki nampak meperhatikan kami. Sesekali Miki menghampiri. Sesekali saya mengucap pamit ke Miki kalau akan tetap berangkat Mudik.
Begitu tiba waktunya kami berangkat, saat kami sedang berdiri di teras rumah dan sedang fokus mememsan ojek online, Miki menghampiri saya. Saya mengelusnya. Lalu Miki melangkah ke arah Nyonyah. Nyonyah mengelusnya sambil bilang, “Kita berangkat ya, Ki. Miki baik-baik di rumah, ya. Hari Selasa kita pulang.” Akhirnya, kami bisa berangkat dengan perasaan yang tenang.
